IST |
BANDA ACEH - Forum Mahasiswa anti kekerasan (FORMAK) Aceh mengecam keras tindakan
pelanggaran hukum tindak penganiayaan yang dilakukan oleh oknum DPRK Aceh
Selatan berinisial HK. Tindakan penganiayaan yang telah dilakakukan oknum dewan
HK tersebut telah mencoreng nama baik dan menghilangkan wibawa DPRK dimata
masyarakat Aceh Selatan.
Kejadian tersebut sangat memalukan, ketika seorang
perwakilan rakyat tidak bisa menjaga nama baik institusi kelembagaan DPRK Aceh
Selatan dan juga partainya.
Demikian disampaikan
Koordinator Forum Mahasiswa anti kekerasan (FORMAK) Aceh, Mawardy, melalui
siaran persnya yang diterima lintasatjeh.com, Ahad (15/11/2015).
Untuk itu, pihaknya
mendesak agar oknum DPRK Aceh Selatan itu diberhentikan dari jabatan sebagai
wakil rakyat demi proses hukum yang kini menjeratnya sebagai terdakwa kasus
penganiayaan yang dikenakan pasal 351
junto 170 KUHP dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun. Hal ini sesuai
dengan amanah PP Nomor 16 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD mengatur sanksi bagi anggota
legislatif yang terlibat pidana. Pasal 110 menyatakan, anggota DPRD
diberhentikan sementara (nonaktif) sejak menjadi terdakwa.
Sementara itu,
di dalam UU Nomor 27/2009 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, serta DPRD pada Pasal 383 ayat 2 huruf (e)
mengenai anggota DPRD yang diberhentikan atas usulan partai politik pengusung. Aturan
tersebut sudah jelas dan partai harus menyikapi. Apalagi selama ini
partai demokrat merupakan salah satu yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan
HAM di Indonesia, dan kasus penganiayaan tersebut juga bagian pelanggaran hukum
sekaligus pelanggaran HAM.
Tapi sayang, Pengurus
DPC Demokrat Aceh Selatan terlihat diam dan tidak bertindak tersebut. Jika
tidak dilakukan tindakan tegas oleh partai, maka jelas ini akan menjadi bom
waktu bagi partai demokrat di Aceh Selatan, masyarakat akan menilai partai
berlambang bintang Mercedes ini hanya bisa meludah ke langit. Bersuara lantang
terkait hukum dan HAM, tetapi diam dan
tidak tegas ketika kadernya yang terjerat hukum, ini sungguh memalukan.
Dipusat jadi
tersangka saja, kader demokrat mengundurkan diri partai dan jabatannya, tapi
ironisnya di Aceh Selatan terkesan ketika kader partai tersebut melanggar hukum
dan HAM, justru terkesan dibiarkan begitu saja dengan alasan harus dikaji dulu
AD/ART. Sehingga jadi pertanyaan publik apakah di dalam AD/ART atau aturan
lainnya partai ini jika kadernya melanggar hukum, tidak jadi persoalan.[red]