IST |
JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution mengatakan
gagasan dari surat edaran ini baik. "Negara ingin hadir untuk mengatur
lalu lintas kebebasan berpendapat, sehingga tidak berbenturan dengan hak orang
lain," kata dia melalui pesan singkat, Ahad 1 November 2015.
Kelemahannya,
kata Maneger, adalah kategori hate speech dalam aturan ini sangat luas. Yaitu
termasuk penghinaan, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi,
penghasutan, dan penyebaran berita bohong. Pencemaran nama baik juga
dikategorikan hate speech.
Maneger
mengatakan, khusus soal pencemaran nama baik seperti pada pasal 310 dan 311
KUHP, polisi harus sangat berhati-hati. "Sebab pasal ini multi tafsir,
pasal karet. Berpotensi disalahgunakan sesuai pesanan," kata Maneger.
Lebih
lanjut dia menjelaskan, pelaksanaan surat edaran ini wajib hukumnya diawasi.
Polri, kata dia, perlu diingatkan bahwa aturan ini jangan sampai membatasi
kebebasan berpendapat. Hak berpendapat adalah hak konstitusional warga negara.
Menurut
Maneger, masyarakat kini wajib berhati-hati memakai media sosial. Terlebih bagi
mereka yang terbiasa blak-blakan di ranah publik itu. "Hate speech atau
penebar kebencian di ruang publik melalui berbagai media, termasuk media
sosial, bisa diancam pidana jika tidak mengindahkan teguran dari kepolisian.
Untuk itu, implementasi surat edaran itu perlu hati-hati, selektif,
profesional, dan independen."
Kepala
Polri, Badrodin Haiti, menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 Tentang
Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) pada Kamis, 8 Oktober 2015. Beberapa
latar belakang dari aturan ini, ialah persoalan mengenai ujaran kebencian makin
mendapat perhatian masyarakat nasional dan internasional seiring meningkatnya
kepedulian terhadap perlindungan atas HAM. Perbuatan ini juga dinilai berdampak
merendahkan harkat martabat dan kemanusiaan.
Ujaran
kebencian yang dimaksud pada surat edaran ini, bertujuan menghasut dan menyulut
kebencian terhadap individu atau kelompok dari aspek suku, agama, aliran
keagamaan, kepercayaan, ras, dan antargolongan. Juga dari aspek warna kulit,
etnis, gender, kaum difabel, dan orientasi seksual.
Ujaran
kebencian yang diatur dalam surat ini termasuk melalui media orasi saat
berkampanye, spanduk atau banner, media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan,
media massa, dan pamflet.[Tempo]