IST |
JAKARTA - Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti harus segera
mencabut Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran
Kebencian (hate speech). Karena SE yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2015
itu telah menggelisahkan para pengguna sosmed (media sosial) yang kemudian
melahirkan gelombang kebencian kepada aparat kepolisian RI.
Masyarakat
pengguna sosmed sebenarnya memiliki tata nilai yang obyektif. Sedangkan
kriteria "hate speech" dalam SE sangat subyektif dan cenderung
"ngaret" karena bisa ditafsirkan sesuai kehendak aparat (dan pihak
yang keberatan) atas ujaran di sosmed itu.
"Selama
ini masyarakat sosmed justru membantu Polri (penegak hukum) dalam hal
memberikan sangsi sosial kepada para pelanggar hukum, terutama para pejabat
negara yang tidak tersentuh hukum," ujar Kordinator Gerakan Indonesia
Bersih (GIB) Adhie Massardi dalam perbincangan dengan redaksi.
Dia
mencontohkan Dirut PT Pelindo (Persero) RJ Lino, yang bahkan membuat
(Kabareskrim) Komjen Budi Waseso harus kehilangan jabatannya karena mau memproses
skandal korupsi Dirut Pelindo II itu. Masyarakat sosmed dengan penuh kesadaran
menggalang kebencian kepada RJ Lino yang "kebal hukum".
Di
sosmed pula perusahaan besar seperti PT Sinar Mas, PT Wilmar, dan perusahaan
besar lain yang menyebabkan hutan-hutan Indonesia terbakar dan mengasapi langit
se-ASEAN di-bully karena memang tak bisa disentuh hukum. Masih banyak contoh
lainnya.
Tapi,
masih kata Adhie, SE Kapolri bisa membuat masyarakat sosmed di negeri ini jadi
frustrasi. Orang-orang yang tak bisa dijangkau hukum jadi semakin merasa nyaman
dalam melakukan pelanggaran hukum karena Polri (aparat hujum) dianggap
melindungi mereka di dunia nyata maupun di dunia maya.
"Akibatnya,
tentu saja, SE Kapolri itu bisa menimbulkan gelombang kebencian rakyat kepada
polisi. Makanya, harus segera dicabut!" demikian Adhie Massardi. [RMOL]