BANDA ACEH - Teka-teki permasalahan di pemerintahan Aceh semakin hari
semakin merisaukan public. Tidak hanya persoalan hubungan Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh yang memprihatinkan, juga persoalan hubungan eksekutif dan
legislatif Aceh. Tetapi yang juga menyedihkan adalah titah Gubernur yang kerap
diabaikan oleh SKPA.
“Semua persoalan ini dinilai serius dan ditakutkan akan menjadi
boomerang bagi pembangunan Aceh hingga 2017,” demikian kata sekjen Mahasiswa
dan Pemuda Selatan Raya Aceh (MeuSeRaYA) Delky Novrizal Qutni, Selasa
(11/11/2015).
Menurutnya, salah satu bukti real bahwa SKPA tidak mengindahkan amanah
Gubernur yakni diabaikannya surat dari Gubernur Aceh tanggal 27 April 2015/ 8
Ra’jab 1436 H, nomor 120. 04/8060, bersifat : penting, dengan perihal tindak
lanjut pertemuan dengan mahasiswa dan pemuda kabupaten Aceh Singkil dan kota
subulussalam tanggal 17 April 2015 di pendopo Gubernur Aceh.
Sebagaimana diketahui bahwa pada pertemuan tersebut dilahirkan beberapa
rekomendasi diantaranya terkait pembangunan dan Peningkatan SDM, Pembangunan
proyek monumental pendidikan, kesehatan
dan industry, pendirian kantor BPN Subulussalam, serta permintaan dilakukannya
evaluasi izin-izin HGU. Tak luput, di dalam pertemuan itu juga dibahas terkait
Penertiban Gereja dan Undung-Undung, pembangunan Rumah Sakit Regional di
Subulussalam dan Pembangunan Kampus di Bumi Syekh Abdur-rauf As-Singkily.
Keseriusan Gubernur untuk
menindak lanjuti aspirasi generasi muda dari bumi Syekh Abdur-rauf As-Singkily
dan Syekh Hamzah Fansuri tersebut terlihat dari suratnya yang ditujukan kepada
11 SKPA untuk menindak lanjuti aspirasi kalangan muda tersebut. Adapun SKPA
yang disurati Gubernur adalah Kepala Bappeda Aceh, Kepala Dinas Kehutanan Aceh,
Kepala Dinas Perkebunan Aceh, Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Kepala Dinas
Kesehatan Aceh, Kepala Dinas Pertambangan dan energi Aceh, Kepala Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Aceh, Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh,
Kepala Biro Adm Pembangunan Setda Aceh, Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda
Aceh dan Kepala Biro Hukum Setda Aceh.
Namun, ironisnya hingga saat ini terlihat I’tikad baik Gubernur Aceh
tersebut diabaikan begitu saja oleh SKPA, ini baru pungoe namanya. Terbukti
hingga saat ini belum terlihat adanya langkah strategis yang dilakukan oleh
instansi-instansi terkait. Tentunya hal seperti ini akan membuahkan kekecewaan
mendalam bagi masyarakat Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Melihat kondisi ini, pihaknya mendesak Gubernur Aceh untuk segera
mengevaluasi kinerja 11 SKPA terkait. Hal ini harus dilakukan Gubernur Aceh
untuk mendorong terciptanya Good Government di Aceh dalam rangka mewujudkan
percepatan pembangunan yang terintegrasi di Aceh. Jika memang terbukti ada SKPA
yang tidak becus.
Gubernur harus berani bersikap tegas dan mencopot kepala SKPA terkait
tanpa pandang bulu, atau masyarakat akan menganggap semua yang disampaikan oleh
Gubernur Aceh hanya kebohongan semata, hanya dikarenakan SKPA yang tidak
melaksanakan amanah Gubernur. Namun, tidakk menutup kemungkinan, selama ini
Gubernur mendapatkan laporan asal gubernur senang saja, padahal SKPA tersebut
tidak berbuat apa-apa dan masyarakat dibiarkan sengsara, Gubernur harus cros
check semua ini.
Bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya insiden konflik di Aceh
Singkil tersebut dikarenakan factor kelemahan SKPA terkait dalam menindak
lanjuti amanah Gubernur Aceh, ini juga perlu dievaluasi. Apa yang sudah
dilakukan kepala SKPA terkait untuk menindak lanjuti surat gubernur tersebut,
jika tidak ada menurutnya jelas ini berarti kepala SKPA tersebut tidak
menjalankan amanah Gubernur, jadi Gubernur harus berani mencopot jabatannya.
Evaluasi harus segera dilakukan masyarakat tidak kecewa dengan Gubernur
Aceh. Kita berharap agar Gubernur tidak lupa akan janjinya kepada masyarakat
Aceh Singkil dan Kota Subulussalam khususnya, dan tidak mengabaikan pembangunan
di wilayah selatan Aceh, “Karena kami juga bagian dari Aceh dan berhak
diperlakukan secara adil tanpa pengecualian, yang diharapkan masyarakat itu
adalah aksi nyata dalam menjawab persoalan masyarakat bukan seremonial ucapan tanpa
tindak lanjut belaka.”[red]