-->

Alasan Kereta Api Cepat Digarap China

04 November, 2015, 20.17 WIB Last Updated 2015-11-04T13:30:11Z
IST
JAKARTA - Dalam setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang terjadi cuma bagi-bagi kekuasaan tanpa menjaga etika politik. Dalam kondisi seperti itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memiliki tanggung jawab mengontrol pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi.

Demikian dikatakan pengamat politik Universitas Indonesia Muhammad Nasih dalam Dialog Kenegaraan bertema 'Menjawab Hak Bertanya DPD RI Tentang Urgensi Perpres KA Cepat Jakarta-Bandung' di gedung DPD, komplek parlemen, Jakarta, Rabu (3/11).

"Sangat tepat kalau DPD mengajukan hak bertanya seperti pembangunan kereta api cepat. Apalagi dananya mencapai Rp 78 triliun dan digarap China," katanya.

Anehnya lagi, sampai lokasi stasiun pemberhentian saja ditentukan kontraktor China. Nasih melihat ada aspek politik ideologis termasuk mengimpor tenaga kerja dari China secara besar-besaran untuk menggarap proyek itu.

"Dari aspek ekonomi inilah yang bisa menimbulkan revolusi sosial dan politik, yang biayanya tentu sangat mahal. Jadi, kita ingatkan pemerintah saat ini yang melakukan segala hal kecuali hal-hal yang harus dilakukan, dan komunikasi terbukti masih bertahan," jelasnya.

Nasih mencontohkan Singapura yang dulu dikuasai etnis Melayu. Tapi dengan sistem mitokrasi jabatan-jabatan hanya boleh diduduki oleh orang-orang yang berpendidikan dan beprestasi, tidak lama kemudian orang Melayu tergusur dan kini kelompok taipan yang berkuasa.

"Maka kita harus mengantisipasi kedaulatan negara dan kelanjutan generasi bangsa Indonesia," tambahnya.

Lalu, kenapa China dan bukan Jepang, hal itu menurut Nasih karena bargaining China lebih kuat. Juga tidak lepas dari proses pemilu pada Juli 2014 lalu yang liberal dan uang ada di mana-mana. Melimpah bahkan tidak terbatas.

"Jadi, bargaining dan uang China memang lebih kuat," tegas Nasih.[RMOL]
Komentar

Tampilkan

Terkini