IST |
JAKARTA - Dalam setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla
(Jokowi-JK) yang terjadi cuma bagi-bagi kekuasaan tanpa menjaga etika politik.
Dalam kondisi seperti itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memiliki tanggung
jawab mengontrol pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi.
Demikian
dikatakan pengamat politik Universitas Indonesia Muhammad Nasih dalam Dialog
Kenegaraan bertema 'Menjawab Hak Bertanya DPD RI Tentang Urgensi Perpres KA
Cepat Jakarta-Bandung' di gedung DPD, komplek parlemen, Jakarta, Rabu (3/11).
"Sangat
tepat kalau DPD mengajukan hak bertanya seperti pembangunan kereta api cepat.
Apalagi dananya mencapai Rp 78 triliun dan digarap China," katanya.
Anehnya
lagi, sampai lokasi stasiun pemberhentian saja ditentukan kontraktor China. Nasih
melihat ada aspek politik ideologis termasuk mengimpor tenaga kerja dari China
secara besar-besaran untuk menggarap proyek itu.
"Dari
aspek ekonomi inilah yang bisa menimbulkan revolusi sosial dan politik, yang
biayanya tentu sangat mahal. Jadi, kita ingatkan pemerintah saat ini yang
melakukan segala hal kecuali hal-hal yang harus dilakukan, dan komunikasi
terbukti masih bertahan," jelasnya.
Nasih
mencontohkan Singapura yang dulu dikuasai etnis Melayu. Tapi dengan sistem
mitokrasi jabatan-jabatan hanya boleh diduduki oleh orang-orang yang
berpendidikan dan beprestasi, tidak lama kemudian orang Melayu tergusur dan
kini kelompok taipan yang berkuasa.
"Maka
kita harus mengantisipasi kedaulatan negara dan kelanjutan generasi bangsa
Indonesia," tambahnya.
Lalu,
kenapa China dan bukan Jepang, hal itu menurut Nasih karena bargaining China
lebih kuat. Juga tidak lepas dari proses pemilu pada Juli 2014 lalu yang
liberal dan uang ada di mana-mana. Melimpah bahkan tidak terbatas.
"Jadi,
bargaining dan uang China memang lebih kuat," tegas Nasih.[RMOL]