IST |
JAKARTA - Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia mengkritik
aparat keamanan dalam mengusut kasus perusakan rumah ibadah di Tolikara dan
Aceh Singkil. Menurut Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama MUI, Yusnar Yusuf,
ada ketidakadilan dalam penangan insiden pembakaran masjid di Tolikara, Papua,
pada Hari Raya Idul Fitri Juli dan saat pembakaran gereja di Aceh Singkil
beberapa pekan silam.
"Dalam
penegakan hukum, serangan saat Idul Fitri di Tolikara dijadikan tahanan kota.
Tapi yang di Singkil banyak langsung dijadikan tersangka. Betapa
diskriminasinya pengungkapan kasus Tolikara dan Singkil ini," kata Yusnar
di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Oktober
2015.
Yusnar
melanjutkan, penegakan hukum terhadap pelaku intelektual belum dilakukan secara
optimal dan belum memenuhi rasa keadilan dan harapan masyarakat.
"Sampai
saat ini hanya satu yang dijadikan tersangka dan hanya dijadikan tahanan
kota," katanya.
Dalam
poin yang diungkapkan, MUI mendesak pemerintah dan DPR untuk membentuk sebuah
UU yang mengatur kerukunan umat beragama, perlindungan dan jaminan umat
beragama.
Penyelesaian
masalah pembangunan dan keberadaan rumah ibadah yang melanggar kesepakatan
bersama tokoh agama setempat dalam PBM (Perjanjian Bersama Menteri) nomor 8 dan
9 tahun dan tentang kerukuran umat beragama dab rumah ibadah.
"Kami
mendesat agar PBN nomor 8 dan 9 tahun 2006 ditingkatkan menjadi undang-undang.
Melalui UU ini diharapkan kerukunan antar umat beragama lebih bisa
diwujudkan," kata Yusnar.[Viva]