-->

Pengamat: Tak Masalah dengan Pasal 205 UUPA, Asal dikontrol!

30 Oktober, 2015, 08.21 WIB Last Updated 2015-10-30T01:22:27Z
BANDA ACEH - Pengamat Politik, Hukum dan Keamanan Aceh Aryos Nivada mengatakan tanpa pasal 205 dalam UUPA ataupun ada sangat terbuka peluang polisi bermain mata dengan penguasa di setiap momentum Pilkada.

Menurutnya, tidak ada persoalan dengan pasal 205 Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) soal pengangkatan Kapolda Aceh harus disetujui Gubernur. Namun yang terpenting bagaimana fungsi element masyarakat sipil melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja aparat penegak hukum.

“Jika melanggar maupun menyimpang dengan mendukung partai politik dan penguasa di eksekutif maka bisa dilaporkan ke Mabes Polri dan Kompolnas, Komnas HAM, dan lainnya. Pertanyaan apakah element masyarakat sipil ada menjalankan fungsi kontrol terhadap aparat kepolisian?,” ungkap Aryos, Jum'at (30/10/2015).

Aryos menambahkan, jika diperlukan buat usulan masyarakat sipil kepada Pemerintah Aceh tentang mekanisme pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur. Sehingga jelas apakah bermain mata dengan penguasa atau tidak dalam proses pemberian persetujuan tersebut.

Aryos berkeyakinan pihak kepolisian tidak masalah Pasal itu diberlakukan bagi Aceh secara khsusus terhadap pengangkatan Kapolda. Karena ada mekanisme yang ketat dalam penempatan seorang Kapolda di Aceh, karena Polda Aceh tipe A bukan tipe B.

Peneliti Jaringan Survey Inisiatif itu lebih lanjut mengatakan, Mabes Polri memiliki syarat ataupun kriteria yang tidak sembarangan orang ditempatkan, salah satu syaratnya pasti  akan mempertimbangkan orang daerah, memahami kultur Aceh.

“Kalau pun tetap berkeinginan mengajukan judicial review maka Mahkamah Konstitusi harus benar-benar mempertimbangkan kematangan aspek yuridis yang dilanggar dalam pasal tersebut dan efek sosiologis bagi masyarakat Aceh. Jika tidak ini akan menjadi bumerang bagi Aceh secara stabilitas keamanan atas reaksi publik masyarakat Aceh yang pro dan kontra,” ujarnya panjang lebar.

Dirinya pun telah menelusuri asal mula diusulkan Pasal 205 pada Undang-Undang (UU) No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan, penetapan Kapolda Aceh berdasarkan persetujuan dari Gubernur Aceh pada aspek filosofi dan historis ditemukan bahwa, pengusulan pasal itu pertimbangannya karena faktor ingin melakukan fungsi kontrol (chek and balance) terhadap penempatan kapolda di Provinsi Aceh.

“Selain itu pengusulan pasal itu ketika dalam perjanjian MoU Helsinki para pengusul mempertimbangkan bahwa seorang kapolda yang ditempatkan di Aceh harus memahami tradisional wisdom, dimana seorang kapolda harus memahami kultur masyarakat Aceh,” tutup Penulis Buku Wajah Politik dan Keamanan Aceh.[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini