IST |
ABDYA - Himpunan
Pelajar dan Mahasiswa Aceh Barat Daya (Hipelmabdya) menyatakan prihatin atas
insiden yang berujung pada konflik SARA di Kabupaten Aceh Singkil. Ketua Umum
Hipelmabdya, Fendi Satria Daroesman menyampaikan duka yang mendalam atas
peristiwa tersebut.
"Apa yang terjadi di Singkil telah menciderai
nilai-nilai toleransi antar agama di Aceh, dan jika tidak dicegah akan
berdampak pada perdamaian di Aceh. Aceh sejak zaman kesultanan dulu dikenal
oleh dunia internasional karena kosmopolitnya, bersatu dalam keberagaman.
Pemerintah baik Kabupaten, Provinsi dan Pusat harus serius menangani persoalan
ini," katanya melalui siaran pers yang diterima lintasatjeh.com, Rabu
(14/10/2015).
Lanjut Fendi, yang juga salah seorang Presidium dari Forum
Museuraya (Mahasiswa dan Pemuda Selatan Raya Aceh) yang merupakan forum lintas
paguyuban empat kabupaten/kota yakni Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Selatan
dan Aceh Barat Daya di Banda Aceh, meminta agar semua pihak baik tokoh agama,
tokoh masyarakat, LSM, LBH, Ormas, aktivis HAM maupun dunia Internasional agar
menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang bernada provokatif,
sembari mencari solusi agar kerukunan antar umat terbangun kemballi.
"Kami harapkan semua pihak menahan diri, tidak
provokatif. Jangan tuding menuding tanpa tahu akar permasalahannya. Solusi yang
harus dicari,” tambahnya.
Hipelmabdya menyesalkan pernyataan di beberapa media yang
menyudutkan salah satu pihak, yaitu umat muslim. Umat Islam di Aceh dianggap
tidak toleran terhadap non-muslim.
"Tidak bisa serta merta yang disalahkan umat muslim
disana, karena mereka merujuk pada perjanjian tahun 1979 dan musyawarah pada
Tahun 2001, yang artinya kelompok masyarakat (muslim) tersebut kesal karena
adanya penghianatan terhadap konsensus dan menyalahi aturan hukum. Bukankah
negara kita negara hukum?".
Kepada aparat kepolisian diminta menegakkan hukum secar
adil, dengan melakukan kerja secara profesional.
"Semoga Aceh Singkil aman dan kondusif kembali," tutupnya.[pin]