Sya'roni. IST |
JAKARTA - Menteri ESDM Sudirman Said, Rabu 30 September 2015 mengumumkan
bahwa harga BBM periode Oktober-Desember 2015 tetap sama seperti sebelumnya,
tidak ada penurunan. Lebih lanjut, ia juga menetapkan periodisasi evaluasi
harga BBM dilakukan tiap tiga bulan sekali.
Namun
esoknya, tepatnya Kamis 1 Oktober 2015, Presiden Jokowi meminta kepada Menteri
ESDM dan Pertamina untuk mengkaji kemungkinan adanya penurunan harga BBM.
Presiden Jokowi berencana memasukkan penurunan BBM sebagai salah satu paket
ekonomi Jilid III.
Sekretaris
Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika)
Sya'roni, melalui siaran persnya kepada lintasatjeh.com, Sabtu (3/10/2015)
mengatakan bahwa permasalahannya adalah melihat begitu dekatnya kedua momentum
di atas, menimbulkan pertanyaan apakah sebelumnya Menteri ESDM tidak melapor ke
Presiden dulu? Atau Presiden Jokowi sengaja ingin memanfaatkan momentum untuk
meraih simpati rakyat?
Menurut
Sya'roni, kontradiksi kedua peristiwa di atas bisa menimbulkan kebingungan di
masyarakat. Seakan tidak ada koordinasi antara presiden dengan menterinya. Kuat
sekali kesan bahwa Menteri ESDM tidak melapor kepada Presiden. Dan Presiden
seolah-olah baru tahu setelah adanya pengumuman sehari sebelumnya. Bila yang
terjadi demikian, maka tidak berlebihan bila dikatakan manajemen pengelolaan
BBM sangat amburadul.
Sikap
presiden juga patut dipertanyakan. Selama berbulan-bulan presiden telah
membiarkan para menterinya mengumumkan harga BBM. Publik menduga pengumuman
menteri sudah sepengatahuan presiden. Dan selama ini juga presiden diam saja,
meskipun harga minyak dunia terus menurun. Presiden tak bergeming meskipun
keberatan rakyat terus meluas.
Untuk
itu, hendaknya pengelolaan BBM dikembalikan kepada konstitusi yaitu
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk
menguntungkan korporasi atau untuk pencitraan. Dan presiden dan para menterinya
diharapkan memperkuat koordinasi agar tidak menimbulkan kegaduhan.[pin]