JAKARTA - Gabungan/Perkumpulan Besar
Masyarakat (Gabema) Tapanuli Tengah dan Sibolga sukses menggelar
pementasan drama musikal berjudul "Jambar Ni Parsubang" di Taman Ismail
Marzuki (TIM) pada Selasa, 27 Oktober 2015 malam.
Ketua Umum Gabema, Albiner Sitompul yang mencetuskan ide untuk
pementasan ini. Drama Jambar Ni Parsubang menggambarkan pluralitas masyarakat
Tapanuli Tengah dan Sibolga, di Sumatera Utara. Sebagai sebuah komunitas
yang plural, tentu saja masyarakatnya terdiri dari berbagai latar
belakang, berbeda budaya, berbeda agama, berbeda adat-istiadatnya, dan
lain sebagainya. Walaupun masyarakat Tapteng dan Sibolga ini majemuk,
namun kehidupan yang harmonis, damai dan saling membantu menjadi
keseharian penduduk di wilayah ini.
Adapun pementasan tersebut dikisahkan seorang gadis cantik bernama Jamilah, dalam drama yang script-nya ditulis oleh Albiner
tersebut, adalah seorang anak gadis dari seorang khalifah atau raja
(pemimpin) umat yang beragama Islam. Ia menjalin cinta dan kemudian
menikah dengan seorang pemuda, anak dari seorang pendeta di daerahnya.
Jalinan cinta yang demikian kuat menyebabkan mereka harus menjalani
kehidupan awal pernikahan yang sulit, dibuang dari keluarga
masing-masing. Perjalanan hidup rumah-tangga kedua anak manusia berbeda
keyakinan itu membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama
Hasonangan, diperankan Rudi Tornado.
Setelah anak mereka lahir, sang keluarga muda ini mencoba mengunjungi
orang tua lelaki, sang Pendeta, yang walau dalam keadaan marah kepada
anak lelakinya, namun kedua orang tuanya menerima baik kedatangan
menantu perempuannya, Jamilah bersama bayinya, Hasonangan. Keadaan
menjadi lebih baik, setidaknya karena keluarga pendeta ini boleh menjadi
penyemangat bagi kedua pasangan muda itu untuk menjalin hubungan
kekeluargaan yang semestinya dengan orang tua Jamilah, sang Khalifah,
yang diperankan JW. Mefry.
Bersama suaminya, kedua mertua dan bayi lelakinya, Jamilah mendatangi
kediaman orang tuanya. Peran mertua, sang Pendeta merupakan pembuka
jalan, datang dengan penuh persahabatan, meminta maaf akan kelancangan
kedua anak mereka, sang lelaki dan menantunya, dan memohon kesediaan
sang Khalifah untuk memberikan maaf dan menerima kedatangan kedua anak
mereka bersama bayi mereka. Melihat sang bayi, yang adalah cucu sang
Pendeta dan Khalifah, luluhlah mereka semua.
Akhirnya, melalui suatu
ritual adat di keluarga mereka, sang Khalifah menerima keluarga Pendeta
ini sebagai besan mereka, dan semuanya berakhir dengan damai, harmonis
dan penuh kekeluargaan.
Jamilah mengasuh anaknya dengan kelembutan, damai, harmoni, penuh
kesabaran dan bijaksana, sehingga Hasonangan tumbuh menjadi remaja,
kemudian pemuda yang gagah, pintar, dan bijaksana. Hasonangan menjadi
pemimpin bagi rekan-rekan remajanya dengan arif dan bijaksana, damai dan
penuh suasana demokrasi. Hal tersebut terbawa hingga ia dewasa. Setelah
menamatkan pendidikannya di Jakarta, Hasonangan mengabdikan dirinya di
kampung halamannya.
Cerita masih berlanjut, Hasonangan kemudian berniat mempersunting
Lily, gadis China yang cantik jelita di kampungnya itu. Keinginannya
menikahi Lily yang non-muslim tersebut tentunya mendapat tentangan dari
beberapa pihak. Namun, dengan penuh kesabaran dan ketenangan, orang tua
Hasonangan yang sejak semula menyetujui keinginan anaknya itu, mencoba
meyakinkan penduduk bahwa perkawinan anaknya tersebut merupakan hal yang
wajar saja dan tidak mesti dihalang-halangi hanya karena perbedaan
keyakinan belaka.
Toh, Jamilah dan suaminya juga dari latar belakang
keluarga yang berbeda keyakinan, tapi semuanya dapat berjalan harmonis,
damai dan sejahtera. Semua terpulang dari kedewasaan semua pihak untuk
menerima perbedaan sebagai rahmat, bukan pembawa petaka dalam kehidupan
bersama.
Drama musikal yang dibintangi none Jakarta, Ika Ruz Wulan diakhiri dengan penampilan para penari latar,
yang di ujung tarian, bersama semua pemain dan crew, mereka mengucapkan dengan lantang sebuah sumpah keramat para pemuda Indonesia:
SUMPAH PEMUDA:
Kami Putera dan Puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia;Kami Putera dan Puteri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia;Kami Putera dan Puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Hadir dalam acara pementasan drama musikal berjudul "Jambar Ni Parsubang"diantaranya politisi Partai Golkar Akbar Tanjung, Mantan Kepala BIN Marciano Norman dan sejumlah tokoh Tapanuli Tengah dan Sibolga, Sumatera Utara.
Di akhir pementasan, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) berkesempatan memberikan cinderamata berupa plakat PPWI, kemudian Akbar Tanjung juga memberikan bunga sebagai ucapan sukses atas pementasan drama musikal tersebut.
Pementasan drama musikal "Jambar Ni Parsubang" ini disutradarai oleh
Brigjen TNI Albiner Sitompul, yang adalah juga sebagai penyusun ide
cerita. Team didukung oleh para tim produksi dan tim artistik yang
handal, para seniman profesional, seperti Eddie Karsito (Production
Supervisor), Makmum Sitanggang (Chief Organizer), dan Kohar Kahler
(Music Director). Selain itu, kelompok musik Batak Bona Gondang turut
dilibatkan; serta Dewi Sulastri yang dipercaya sebagai Penata Tari.(ar)