-->

Gabema Tapanuli Tengah dan Sibolga Sukses Gelar Drama Musikal "Jambar Ni Parsubang"

28 Oktober, 2015, 08.37 WIB Last Updated 2015-10-28T04:33:20Z
JAKARTA - Gabungan/Perkumpulan Besar Masyarakat (Gabema) Tapanuli Tengah dan Sibolga sukses menggelar pementasan drama musikal berjudul "Jambar Ni Parsubang" di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Selasa, 27 Oktober 2015 malam. 

Ketua Umum Gabema, Albiner Sitompul yang mencetuskan ide untuk pementasan ini. Drama Jambar Ni Parsubang menggambarkan pluralitas masyarakat Tapanuli Tengah dan Sibolga, di Sumatera Utara. Sebagai sebuah komunitas yang plural, tentu saja masyarakatnya terdiri dari berbagai latar belakang, berbeda budaya, berbeda agama, berbeda adat-istiadatnya, dan lain sebagainya. Walaupun masyarakat Tapteng dan Sibolga ini majemuk, namun kehidupan yang harmonis, damai dan saling membantu menjadi keseharian penduduk di wilayah ini. 

Adapun pementasan tersebut dikisahkan seorang gadis cantik bernama Jamilah, dalam drama yang script-nya ditulis oleh Albiner tersebut, adalah seorang anak gadis dari seorang khalifah atau raja (pemimpin) umat yang beragama Islam. Ia menjalin cinta dan kemudian menikah dengan seorang pemuda, anak dari seorang pendeta di daerahnya. Jalinan cinta yang demikian kuat menyebabkan mereka harus menjalani kehidupan awal pernikahan yang sulit, dibuang dari keluarga masing-masing. Perjalanan hidup rumah-tangga kedua anak manusia berbeda keyakinan itu membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Hasonangan, diperankan Rudi Tornado. 

Setelah anak mereka lahir, sang keluarga muda ini mencoba mengunjungi orang tua lelaki, sang Pendeta, yang walau dalam keadaan marah kepada anak lelakinya, namun kedua orang tuanya menerima baik kedatangan menantu perempuannya, Jamilah bersama bayinya, Hasonangan. Keadaan menjadi lebih baik, setidaknya karena keluarga pendeta ini boleh menjadi penyemangat bagi kedua pasangan muda itu untuk menjalin hubungan kekeluargaan yang semestinya dengan orang tua Jamilah, sang Khalifah, yang diperankan JW. Mefry.


Bersama suaminya, kedua mertua dan bayi lelakinya, Jamilah mendatangi kediaman orang tuanya. Peran mertua, sang Pendeta merupakan pembuka jalan, datang dengan penuh persahabatan, meminta maaf akan kelancangan kedua anak mereka, sang lelaki dan menantunya, dan memohon kesediaan sang Khalifah untuk memberikan maaf dan menerima kedatangan kedua anak mereka bersama bayi mereka. Melihat sang bayi, yang adalah cucu sang Pendeta dan Khalifah, luluhlah mereka semua. 

Akhirnya, melalui suatu ritual adat di keluarga mereka, sang Khalifah menerima keluarga Pendeta ini sebagai besan mereka, dan semuanya berakhir dengan damai, harmonis dan penuh kekeluargaan.

Jamilah mengasuh anaknya dengan kelembutan, damai, harmoni, penuh kesabaran dan bijaksana, sehingga Hasonangan tumbuh menjadi remaja, kemudian pemuda yang gagah, pintar, dan bijaksana. Hasonangan menjadi pemimpin bagi rekan-rekan remajanya dengan arif dan bijaksana, damai dan penuh suasana demokrasi. Hal tersebut terbawa hingga ia dewasa. Setelah menamatkan pendidikannya di Jakarta, Hasonangan mengabdikan dirinya di kampung halamannya.


Cerita masih berlanjut, Hasonangan kemudian berniat mempersunting Lily, gadis China yang cantik jelita di kampungnya itu. Keinginannya menikahi Lily yang non-muslim tersebut tentunya mendapat tentangan dari beberapa pihak. Namun, dengan penuh kesabaran dan ketenangan, orang tua Hasonangan yang sejak semula menyetujui keinginan anaknya itu, mencoba meyakinkan penduduk bahwa perkawinan anaknya tersebut merupakan hal yang wajar saja dan tidak mesti dihalang-halangi hanya karena perbedaan keyakinan belaka. 

Toh, Jamilah dan suaminya juga dari latar belakang keluarga yang berbeda keyakinan, tapi semuanya dapat berjalan harmonis, damai dan sejahtera. Semua terpulang dari kedewasaan semua pihak untuk menerima perbedaan sebagai rahmat, bukan pembawa petaka dalam kehidupan bersama.


Drama musikal yang dibintangi none Jakarta, Ika Ruz Wulan diakhiri dengan penampilan para penari latar, yang di ujung tarian, bersama semua pemain dan crew, mereka mengucapkan dengan lantang sebuah sumpah keramat para pemuda Indonesia:

SUMPAH PEMUDA:

Kami Putera dan Puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia;Kami Putera dan Puteri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia;Kami Putera dan Puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. 

Hadir dalam acara pementasan drama musikal berjudul "Jambar Ni Parsubang"diantaranya politisi Partai Golkar Akbar Tanjung, Mantan Kepala BIN Marciano Norman dan sejumlah tokoh Tapanuli Tengah dan Sibolga, Sumatera Utara.

Di akhir pementasan, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) berkesempatan memberikan cinderamata berupa plakat PPWI, kemudian Akbar Tanjung juga memberikan bunga sebagai ucapan sukses atas pementasan drama musikal tersebut.

Pementasan drama musikal "Jambar Ni Parsubang" ini disutradarai oleh Brigjen TNI Albiner Sitompul, yang adalah juga sebagai penyusun ide cerita. Team didukung oleh para tim produksi dan tim artistik yang handal, para seniman profesional, seperti Eddie Karsito (Production Supervisor), Makmum Sitanggang (Chief Organizer), dan Kohar Kahler (Music Director). Selain itu, kelompok musik Batak Bona Gondang turut dilibatkan; serta Dewi Sulastri yang dipercaya sebagai Penata Tari.(ar)
Komentar

Tampilkan

Terkini