IST |
JAKARTA - Tak sampai setahun polemik revisi UU KPK inisiatif pemerintah menghilang kini
isu tersebut kembali berbunyi. Bahkan lebih galak karena DPR telah menyiapkan
draf RUU yang didalamnya memuat banyak pasal bertujuan mengebiri KPK.
Dalam
setahun terakhir dengan rentang waktu berdekatan, sedikitnya dua kali isu ini
muncul. Pada pemerintahan periode sebelumnya juga sempat ramai. Ritmenya selalu
bergantian antara RUU KPK dan RUU KUHP.
Wakil
Ketua KPK Busyro Muqoddas bahkan pernah menanggapi RUU KUHP dengan pernyataan
"upaya pemerintah-DPR menggergaji leher KPK".
Usai
mengikuti acara buka puasa bersama di Kantor Kemkumham, 25 Juni 2015, Menkumham
Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah belum memiliki naskah akademik apalagi
pasal-pasalnya. Dia menyebut DPR yang berinisiatif merevisi UU KPK bukan
pemerintah.
"Tapi
harus dibahas dengan presiden. Kalau presiden menolak, ya enggak jalan,"
kata Yasonna saat itu.
Beberapa
politisi di DPR menyatakan draf yang telah beredar di media dan diterima
masyarakat merupakan draf dari pemerintah. Saling lempar bola panas terjadi
seiring upaya menggolkan.
Ketua
YLBHI Alvon Kurnia Palma mencurigai adanya intrik dibalik muncul dan
tenggelamnya revisi UU KPK. Terkesan ada yang hendak ditutupi dengan
menggaungkan isu yang tidak populer ini. Dalam dua hari terakhir saja sudah
menuai banyak kecaman termasuk dari kalangan politisi sendiri.
"Karena
itu publik harus mencermati dengan hati-hati. Bisa jadi isu ini muncul ditengah
perhatian publik kepada masalah asap," kata Alvon, kepada SP, di Jakarta,
Jumat (9/10).
Direktur
Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK, Ronald Rofiandri juga mengalami
kegelisahan yang sama. Dia khawatir isu ini muncul berkaitan dengan kepentingan
pemerintah dalam pembahasan RAPBN di Banggar DPR.
Tak
hanya itu, isu merevisi UU KPK juga dapat digunakan untuk menekan capim KPK
saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Dalam proses seleksi di
pansel banyak suara yang menekankan KPK harus fokus pada pencegahan.
"Tidak
tertutup kemungkinan jadi bahan tawar-menawar DPR dengan Pemerintah,"
bebernya. [suarapembaruan.com]