IST |
KEPRI - Satu thunder flight Sukhoi Su-27/30MKI Flanker dari
Skuadron Udara 11 TNI AU mengusir pesawat terbang luar negeri yang terbang
tanpa ijin di koridor udara Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Jumat
(25/9/2015).
Penerbangan
tanpa ijin di wilayah udara itu sudah beberapa kali terjadi namun bisa diusir
jajaran TNI AU. "Satuan radar mendeteksi pesawat tidak dikenal di wilayah
Natuna. Kami mengejar mereka," kata Komandan Skuadron Udara 11 TNI AU,
Letnan Kolonel Penerbang Vincentius Endy HP, usai kembali mendarat di Pangkalan
Udara TNI AU Hang Nadim, Batam, Jumat (25/9).
Untuk
sementara waktu, beberapa Sukhoi Su-27/30MKI Flanker Skuadron Udara 11 TNI AU
ditempatkan di sana untuk bersiaga. Dalam keseharian, mereka memiliki home base
di Pangkalan Udara Utama TNI AU Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan
(Sulsel).
Informasi
penerbangan gelap itu, kata dia, diterima petugas piket sekitar pukul 11.30
WIB. Endy langsung memimpin pengejaran bersama dua anak buahnya, yaitu Letnan
Dua Penerbang Nur Wachid, dan Kapten Penerbang Idris.
Sekitar
satu jam pengejaran, dua pesawat tempur buatan Rusia itu mendarat di Batam.
"Pesawatnya memotong jalur di Natuna. Setelah mengetahui kami mengejar,
pesawat tidak dikenal tersebut keluar dari ruang udara Natuna dan menggunakan
jalur semestinya," terangnya.
Dia
mengatakan, belum mengetahui secara pasti jenis pesawat terbang itu, karena
posisi terakhir masih jauh dari titik pesawat terpantau radar. "Mereka
tahu kalau dikejar. Sehingga langsung meninggalkan udara Natuna sebelum sempat
kami dekati," papar Endy.
Indonesia
sebetulnya memberi beberapa koridor udara untuk keperluan penerbangan damai
pesawat-pesawat terbang militer negara-negara lain.
Walau
begitu, mereka atau perwakilan resmi negara-negara yang akan menggunakan
koridor udara itu tetap harus mengajukan ijin resmi kepada pemerintah
Indonesia.
Pemberitahuan
tertulis dan pengajuan ijin resmi itu ditujukan, antara lain, kepada Markas
Besar TNI dan TNI AU, Badan Intelijen Strategis TNI, Kementerian Luar Negeri,
dan beberapa instansi lain. Ketidakpatuhan pada prosedur ini bisa berujung pada
insiden diplomatik dan militer secara serius.
Wilayah
Natuna, tambah dia, termasuk paling rawan dilanggar penerbangan gelap mengingat
kondisi geografisnya yang luas.
"Posisinya
pada sisi utara. Sementara pesawat-pesawat itu ingin ambil jalur lurus sehingga
bisa lebih hemat bahan bakar dan cepat sampai. Makanya mereka melintasi udara
Natuna khususnya yang ke Malaysia dan Singapura," tukasnya.[HarianTerbit]