IST |
JAKARTA - Hampir berjalan satu tahun pemerintahan
Jokowi, beragam persoalan bangsa hampir tidak terselesaikan. Mulai dari
melemahnya perekonomian nasional, kasus korupsi yang menjerat elit
politik, konflik di daerah dan pembakaran lahan.
Dalam
dua hari terakhir, BPS merilis hasil sensusnya dimana angka penduduk miskin di
Indonesia mencapai angka 860.000 orang. Pada Maret 2015
sebanyak 28,59 juta orang atau 11,22 persen dari jumlah penduduk,
artinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah dibandingkan
September 2014 ketika penduduk miskin berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96
persen dari total jumlah penduduk. Pemerintah Jokowi-JK Tak Punya Solusi dalam
mengatasi kemiskinan dan mengatasi krisis ekonomi.
Hal
itu disampaikan Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi M.I.P, melalui pers
rilisnya yang dikirim kepada lintasatjeh.com, Jum'at (18/9/2015).
Lanjutnya,
di tengah situasi seperti ini DPD RI menilai masih banyak program
pemerintah yang tidak mempunyai langkah kongkrit dan kebijakan baik di tingkat
nasional maupun daerah. Kenaikan harga BBM selama pemerintahan Jokowi menjadi
faktor kuat penyumbang kemiskinan di Indonesia. Naiknya harga BBM berimbas pada
naiknya harga pangan dan komoditas yang tidak seimbang dengan penghasilan
masyarakat.
Hari
ini sesuatu hal yang aneh bila masyarakat miskin terus meningkat, sedangkan
Bank Dunia mendukung penuh program Jokowi untuk pengentasan kemiskinan
ekstrem dan mengupayakan kesejahteraan yang lebih merata di seluruh kepulauan
yang luas ini. Jadi hal ini kembali terkait dengan kebijakan pemerintah apakah
pro kepada pengentasan kemiskinan atau tidak.
Salah
satu program Jokowi dalam kampanye presiden tahun lalu untuk pengentasan
kemiskinan adalah desa produksi, desa sebagai pusat produksi. Desa akan menjadi
pusat produk-produk pertanian yang akan diback up oleh pemasaran,
permodalan, dan pergudangan. Sampai saat ini kebijakan tersebut belum nampak
terealisasi, dana desa yang sudah ditransfer ke daerah belum bisa dijadikan
solusi.
Untuk
selanjutnya pemerintah jangan terlalu sibuk jalan jalan dengan dalih mencari
investor untuk pengembangan daerah. Setiap ada persoalan bangsa, pejabat selalu
tidak berada di tengah rakyatnya. Pejabat selalu melihat dari menara gading
tanpa turun kelapangan untuk menyerap aspirasi dan mencari solusi terhadap
masalah.[pin]