-->

WAA Kecam Tindakan Anarkis Polisi Menembak Mati Bruejuk

31 Agustus, 2015, 17.39 WIB Last Updated 2015-08-31T10:40:13Z
Senpi milik Breujuk yang diamankan Polisi
BANDA ACEH World Acehnese Association (WAA) atau persatuan masyarakat Aceh seluruh dunia turut berduka atas jatuhnya korban penembakan Junaidi (30) alias Breujuk oleh aparat kepolisian di area SPBU Batuphat, Lhokseumawe, Kamis (27/8/2015) lalu.

"Kami mengecam tindakan polisi yang melakukan extra judicial killing ketika Aceh dalam keadaan damai," demikian disampaikan Koordinator WAA, Hassan Basri, kepada lintasatjeh.com, Senin (31/8/2015).

Dia mengatakan, satu persatu regenerasi bangsa Aceh tumbang dan menghembuskan nafas terakhit setelah dimuntahkan timah panas dari moncong senjata aparat kepolisian di Aceh ke tubuh para tersangka. WAA sangat menyayangkan di saat Aceh dalam situasi damai yang sudah dibina sepuluh tahun, namun pola zaman seperti masa konflik kembali di praktekkan oleh TNI/Polri,  misalnya adanya pasukan siluman buatan kapolda Aceh dan anggota TNI masuk ke kawasan perkampungan Aceh dengan menjadikan medan latihan. Ada apa ini ?

Dengan itu, WAA sangat berharap kepada lembaga-lembaga (LSM) yang ada di Aceh untuk membatu dan mendampingi pihak keluarga korban dalam membuat laporan kepada pihak komisi nasional hak asasi manusia (Komnas HAM) secara fakta sehingga dapat diinvestigasi sesuai dengan aturan yang ada, apakah penembakan di Aceh itu sudah melalui prosedur yang diatur oleh undang-undang.

Karena semua sama di muka hukum, apakah rakyat biasa, polisi, tentara, pajabat dan sebagainya, maka pihak komnas HAM yang ada di Indonesia-Aceh harus menindak lanjuti atas perilaku pelanggaran hak asasi manusia yang ada di Aceh. 

Untuk itu, World Acehnese Association menghimbau Komnas HAM harus independent, pihak Kapolda Aceh harus berkerja dengan profesional sesuai prosdur hukum, dan persoalan-persoalan yang terjadi di Aceh pada saat ini harus bisa dibongkar dan mendapatkan siapa yang bermain di Aceh saat ini.

WAA juga akan melakukan evaluasi lebih mendalam atas desas desus insiden penembakan di Aceh selama ini yang telah jatuh korban jiwa atau kehilangan nyawa masyarakat sipil di saat Aceh damai. Pihaknya juga akan melaporkan kasus ini kepada Amnesty International di Denmark dan di negara-negara lain yang ada perwakilan WAA, di mana tindakan aparat kepolisian Indonesia-di Aceh sudah menodai norma-norma hak asasi kemanusiaan, bahkan mereka telah berani melakukan extra pembunuhan terhadap warga sipil. 

WAA sangat khawatir,  dengan adanya kelompok siluman buatan kapolda Aceh dalam membuat operasi untuk mencari anggota kelompok-kelompok tertentu yang natabenya terduga melakukan kriminal. Ini akan memperparah trauma masyarakat Aceh dan termasuk mengusik tatanan perdamaian Aceh. Apalagi sikap polisi itu yang tidak mengedepankan etika kamanusiaan saat bereaksi di lapangan. 

Hassan Basri menegaskan, ada baiknya polisi mempunyai prosudur yang harus diikuti. Karena apapun salahnya, jangan mengutamakan senjata polisi untuk langsung mengeksekusi mati para tersangaka. Itu yang sudah dilakukan oleh polisi di Aceh namanya extra judicial killing yang melanggar aturan negara dan aturan internasional. Polisi harus taat aturan untuk menegakkan aturan.

Buktikan pada rakyat kalau itu negara hukum, gunakan hukum sebagai panglima, bukan senjata. Senjata pernah menjadi panglima di Aceh pada waktu yang sangat lama, semestinya hal ini tidak perlu terulang lagi.

Kalau betul-betul polisi untuk mengayomi masyarakat umum, maka upayakan untuk membuat pendekatan dengan semua pihak, terutama dengan kepala pemerintah Aceh dalam menyelesaikan persoalan yang mengarah bertambah peningkatnya kriminalitas di Aceh. Pemerintah Aceh pun jangan asal mengeluarkan perintah, masalah kriminal urusan polisi, hidup atau mati. Selepas itu kepala pemerintah Aceh asik tidur dalam meuligoë gubernur. 

Pihaknya yakin, kalau pemerintah Aceh masih mempunyai hati dan rasa berbangsa terhadap bangsanya, tentu personal yang dituntut oleh kelompok di Aceh untuk keadilan tidak sampai kehilangan lagi nyawa manusai. Apalagi selama ini kan jelas, kelompok yang sedang menuntut keadilan di Aceh dengan senjata mantan kombatan GAM dan anak korban konflik yang di abaikan.

Pesan khusus untuk pemerintah Aceh;


”Kamoë peuingat keupada ule peumeurintah Atjeh, Gubernur, Bupati, Walikota, DPR, DPRA, DPRK beuna rasa tanggoëng jaweub moral dengôn kondisi Aceh uroë njoë ”. Haruh peubukti bak rakyat Aceh, uroë njoë peumeurintah Aceh katamat keudroë, kataatoë keudroë, katajaga keudroë, katabangun keudroë, maka tabanguën keuh dari sigala aspek njang peunoëh deungôn nilai-nilai keuadelan bansigom Aceh. Peng Otonomi khusus beuteupat guna untuk peumakmu bangsa ? meunan tjit peng aspirasi dewan beubeutoi-beutoi peuna program nibak peuseudjahtra rakjat djeulata. Bek talet musôh tatjoëk peurangui !

Peureule beu neu tupue beut pemerintah Atjeh geutanjoë bandum saboh nasib, peurangoë meu nafsi-nafsi, peurangoë “peuglaih putjôk droë” deungon hana piké keu bansa teuh teungoeh keadaan Atjeh njang ka lageë meunoe, han meuhasé dan hana keuneuleuëh menjoë meunoë tjara ureung droeneuh seumike njang duek  dalam pemerintah Atjeh uroenjoe.

Secara khusu, kamoë  meupeudeuk  perhatian pada persoalan-persoalan njang kompleks, njang dihadapi oleh Eks kombata GAM dan masyarakat di tanoh rincong uroenjoë. Kamoë meupeuingat agar pemerintah Atjeh hana menggunakan pendekatan militir dalam penyelesaian masalah- masalah njang timbul dalam masyarakat Atjeh tetapi kamoe meundorong pemerintah mengupayakan dialog national njang komperensif adil, dan bermartabat dalam penyelesaian masalah njang na di Aceh uroenjoë.[pin]
Komentar

Tampilkan

Terkini