KONDISI
kepemudaan Aceh yang harus
kita ketahui masih rendah, dimana sesuai dengan
statemen Gubernur Aceh dr. Zaini di media (8 April 2015) bahwa secara
komparatif pemuda Aceh cukup unggul, namun secara kompetitif pemuda Aceh
masih kalah.
Kondisi
ini sangat memprihatinkan mengingat tantangan di masa mendatang. Sebagai
contoh bagaimana kesiapan pemuda Aceh menghadapi MEA tahun 2016, dan apakah
para pemuda Aceh sudah dipersiapkan untuk menghadapi kondisi Aceh tanpa otsus
tahun 2027?.
Mari
kita lihat kondisi kepemudaan di Aceh menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
yang sudah di depan mata. Jika, pemuda Aceh tidak dipersiapkan secara matang
untuk menghadapi MEA, maka tidak dapat dipungkiri pepatah “buya lam kreung
teudong-dong, buya tamong meureuseki (Buaya dalam sungai terdiam diri, buaya
masuk dapat rezeki) akan marak di Aceh.
Dimana
pemuda Aceh yang tidak siap secara mental dan kapasitas akan menjadi penonton
di negeri sendiri. Sebelum kondisi
seperti ini terjadi, Untuk itu diperlukan pondasi yang kuat dalam penguatan,
pembinaan kepemudaan secara terintegrasi melalui sebuah legistimasi berupa Qanun.
Tak
hanya itu, laksana ungkapan yang sering kita dengar bahwa kemiskinan akan dekat
dengan kekufuran, dikala para pemuda Aceh hanya menjadi budak di negeri
sendiri, maka dengan mudahnya pendangkalan Aqidah akan marak dilakukan
dikalangan muda. Sehingga diharapkan kelahiran Qanun ini akan menjadi proteksi
bagi pemuda Aceh. Kenapa tidak, jika undang-undang kepemudaan menitik beratkan
pembangunan pemuda ke arah nasiolisme, namun kekhususan yang dimiliki Aceh
untuk mengatur Qanun, mengarahkan pembangunan pemuda berbasis keislaman.
Untuk
itu kita mengajak segenap elemen terutama kalangan pemuda Aceh untuk
bersama-sama memperjuangkan terwujudnya segera Qanun kepemudaan Aceh. Melalui
Qanun kepemudaan ini diharapkan arah pembangunan pemuda di Aceh akan lebih terintegrasi sesuai dengan
kebutuhan pemuda di Aceh secara menyeluruh.
Di
samping itu, kita berharap pada momentum kongres II Forum Paguyuban Mahasiswa
dan Pemuda Aceh (FPMPA) tanggal 29-30 Agustus 2015 di Asrama Haji, yang akan
diikuti oleh 22 paguyuban mahasiswa dan pemuda sebagai presentatif
kabupaten/kota di Aceh, untuk komitmen memperjuangkan agar realisasi Qanun
Kepemudaan Aceh masuk sebagai salah satu rekomendasi perioritas FPMPA ke depan.
Agar perjuangan yang telah dilakukan tidak terputus ditengah jalan.
Penulis: Delky Nofrizal Qutni, Ketua bidang Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda
Aceh (FPMPA)