JAKARTA - Presiden Joko Widodo harus belajar dari Presiden ke 6
Susilo Bambang Yudhoyono tentang merawat demokrasi dan kebebasan berbicara dan
kebebasan pers.
Sekjen
Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyebutkan, betapa pemerintahan dulu, Presiden
SBY di caci maki serta disiksa, namun tidak pernah berfikir untuk menutup kran
kebebasan berpendapat. Apalagi membuka kembali aturan ataupun UU soal
penghinaan presiden.
"Menurut
saya jangan mundur lagi. Kalau bahasa pepatah melayu kalau tidak mau yerpecik
air janganlah mendirikan rumah dipinggir pantai. Kalau tidak mau sisakiti dan
tersakiti jangan jadi pemimpin," ungkap Hinca saat berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (4/8).
Menurut
Hinca, dalam UUD Pasal 28 diatur tentang kebebasan berpendapat. "Kalau ada
pikiran itu tidak sesuai dengan konstitusi," jelasnya.
Diakui
Hinca masa bulan madu Jokowi sudah mulai pudar media yang selama ini berfikir
Jokowi membawa perubahan ternyata belum terbukti terjadi.
"Media
mengkritik. Kalau media mainstream tugasnya mengontrol," tegas Hinca.
Lalu
dorongan apakah dari DPP Demokrat terhadap Fraksi Demokrat di DPR Menyingkapi
pembahasan KUHP?
Hinca
terangkan DPP tidak perlu menegaskan kepada kader di DPR. Pasalnya, kader-kader
Demokrat sangat pahan tentang arti kebebasan berpendapat, seperti masa SBY.
"Makanya SBY jadi bapak kebebasan pers. Harusnya Jokowi lihat kebelakang
sedikit," tuturnya.
Yang
perlu dicermati, masih kata Hinca, argumentasi KUHP dan UU Pers, dimana selalu
menspesfikasi kalau UU Pers terlalu melindungi media. Ia mengingatkan kalau UU
Pers merupakan anak kandung dari reformasi yang masih tersisa.
"Ingat,
bahwa kebebasan pers yang ada di dalam UU Pers merupaka biah anak kandung
yang tersisa. Habia sudah kalau itu diambil," pungkasnya. [rmol]