JAKARTA - Presiden Jokowi mengaku sering menjadi obyek ejekan
hingga cacian sejak ia memutuskan menjadi pejabat publik. Ejekan, makian, dan
hinaan itu diterimanya sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo, menjadi Gubernur
DKI Jakarta, hingga terpilih menjadi Presiden RI. Menurut Jokowi, makian dan
hinaan dari seseorang itu bisa saja berujung pada pidana.
Namun
dia menyatakan tak akan mempidanakan penghinanya. "Sejak wali kota, jadi
gubernur, presiden, itu namanya diejek, dicemooh, itu sudah jadi makanan sehari-hari,"
kata Jokowi di Pluit, Jakarta Utara, Selasa, 4 Agustus 2015. "Tapi saya
tidak laporkan sampai detik ini. Padahal ada ribuan hinaan yang ditujukan
kepada saya."
Jokowi
menegaskan itu ketika ditanya wartawan soal pengajuan pasal penghinaan presiden
dalam revisi UU KUHP yang dilakukan pemerintah.
Menurut
Jokowi, pasal penghinaan buat dia secara pribadi tak perlu. Namun, sebagai
bangsa, kata dia, Indonesia tetap harus mengutamakan prinsip kesantunan.
Artinya, segala kritik dan saran dari masyarakat bisa disampaikan dengan
ketentuan dan aturan yang berlaku. Apalagi presiden, kata Jokowi, adalah simbol
negara yang harus dilindungi.
Karena
itu, Jokowi mendukung jika pasal tersebut diterapkan. Menurut dia, pasal itu
akan melindungi masyarakat yang kritis terhadap pemerintahan. "Supaya
tidak dibawa ke pasal karet. Jangan dibalik. Justru memproteksi yang ingin
mengkritisi, memberikan pengawasan, memberikan koreksi, silakan," ujarnya.
Jokowi
mengingatkan lagi, Presiden adalah simbol negara, bukan saja pada pemerintahannya,
tapi juga siapa pun yang akan menjadi Presiden Indonesia. "Tapi, kalau
buat saya pribadi, seperti saya sampaikan, hinaan adalah makanan
sehari-hari."
Presiden
Jokowi menyodorkan 786 pasal RUU KUHP ke DPR untuk dimasukkan ke KUHP. Salah satu
pasal tentang penghinaan presiden. Pasal itu sebelumnya telah diajukan
peninjauan kembali oleh pengacara Eggy Sudjana pada 2006. Mahkamah Konstitusi
mengabulkan dan mencabut pasal itu karena dianggap tidak memiliki batasan yang
jelas.
Pasal
263 ayat 1 RUU KUHP berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina
Presiden atau Wakil Presiden, dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda
paling banyak kategori IV."
Adapun
pada pasal 264 disebutkan tentang ruang lingkup penghinaan presiden. Bunyi
pasal itu adalah "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau
menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau
memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan
terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan
diketahui umum, akan dipidana paling lama 5 tahun atau pidana denda paling
banyak kategori IV."[Tempo]