Senpi dan amunisi milik Beurujuk |
LHOKSEUMAWE - Insiden penembakan hingga berujung tewasnya salah
satu terduga anggota Din Minimi, Junaidi alias Beurujuk (30) terus menuai kecaman.
"Kami
mengecam tindakan brutal petugas kepolisian dalam melumpuhkan Beurujuk,"
tegas Sekretaris jenderal Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas
Malikussaleh (Himipol Unimal) Aceh Utara, Fahrur Razi, kepada lintasatjeh.com,
Jum'at (28/8/2015).
Menurutnya,
tindakan yang dilakukan petugas Kepolisian dalam melumpuhkan Beurujuk melanggar
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kapolri (Perkap) No 1/2009 menyebutkan penggunaan
kekuatan dalam tindakan kepolisian.
Menurutnya,
penggunaan senjata api dalam melumpuhkan pelaku itu merupakan upaya terakhir,
melainkan bukan upaya pertama.
Nah,
lanjut Fahrur, sekarang yang telah kita ketahui selama ini Polisi setiap
melumpuhkan pelaku selalu melakukan penembakan mulai dari insiden Limpok di
Banda Aceh, kemudian kejadian di Pidie, dan yang terakhir Beurujuk di area
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Batuphat, Lhokseumawe.
"Semua
yang mereka peragakan telah menyalahi peraturan polri itu sendiri," tandas
Fahrur.
Untuk
itu, pihaknya mendesak Kompolnas untuk mengusut kasus-kasus penembakan yang
selama ini terjadi di Aceh. Kalau memang betul korban itu melawan, menurutnya Kompolnas
perlu melakukan otopsi untuk membuktikan itu benar atau tidak. Karena kemarin, pernyataan
Kapolres Lhokseumawe AKBP Anang Triarsono menyebutkan korban melawan sehingga terpaksa
ditembak.
Selain
itu, Kapolda juga harus segera mengevaluasi fisikologi anggotanya apakah layak
atau tidak memegang senjata, karena memegang senjata juga punya prosedur, bukan
seenaknya saja.[pin]