-->

Hari Kemerdekaan di Mata Nek Raman dan Bang Raman

17 Agustus, 2015, 23.09 WIB Last Updated 2015-08-17T16:10:01Z

Pagi itu, terik matahari tidak terasa menusuk kulit karena cuacanya sedikit mendung. Di pinggir jalan Medan-Banda Aceh, tampak seorang nenek yang terpatah-patah melewati jembatan yang disusun dari balok-balok kecil  persis di depan rumah yang ditinggali selama berpuluh-puluh tahun lamanya.

Mirisnya, meskipun perempuan berumur kurang lebih tujuh puluh tahun itu tinggal di bawah genangan air bertahun-tahun lamanya, namun tak pernah mengeluh.

"Lagi sibuk nek," sapa wartawan lintasatjeh.com, Senin (17/8/2015). Kemudian dengan senyumnya sang nenek menjawab, "Biasalah, nak," jawab nenek yang akrab dipanggil dengan Nek Raman.

Nek Raman, tinggal di Desa Nga, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Dengan hanya menggunakan kaos oblong berwarna hitam yang sudah lusuh, dan kain sarung coklat, Nek Raman saat itu hendak menjalankan aktivitasnya sehari-sehari sebagai petani.

Padadal, bertepatan tanggal 17 Agustus 2015, Indonesia sedang merayakan dirgahayunya ke 70, tapi sang nenek sepertinya tidak menghiraukan hal tersebut. Bahkan, dia  hanya tersenyum seolah tidak memperdulikan perayaan hari lahirnya bangsa Indonesia.

"Kalau kami, seperti inilah, negara merdeka tapi kami tidak jadi lebih baik. Masih tinggal di genangan air parit yang menguap," ungkap Nek Raman, seraya menundukkan kepalanya.

Usai berbincang-bincang dengan sang nenek, pandangan kami (wartawan) tertuju pada anaknya  yang sudah puluhan tahun didera penyakit jiwa, namun Nek Raman hanya menyimpannya dalam-dalam kondisi kesehatan anak perempuannya bernama Fitri, usianya lebih kurang (38 tahun).

Lain lagi dengan Abdurrahman (43), yang bekerja sehari-hari sebagai tukang becak di Kota Lhoksukon juga mengaku belum merasakan kemerdekaan yang sebenarnya.

Ia mengaku sangat menyesalkan kondisi negara ini, yang kurang begitu peduli dengan rakyat miskin.

Ayah dua anak ini juga sama tinggal di rumah yang digenangi air, sama seperti yang dirasakan oleh Nek Raman.

"Aku tahu kalau kita merdeka, tapi kami masih seperti terkurung dalam kehidupan yang mengekang," papar bang Raman.

Raman pun hanya bisa menarik nafas dalam-dalam melihat sikap pemerintah saat ini. Ia tak mau menyalahkan diri sendiri dan juga pemerintah, namun ia mengharapkan pemerintah agar menjaga amanah dari Allah agar menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana.[Razali]
Komentar

Tampilkan

Terkini