Bodrex (pakai topi. istimewa) |
LHOKSUKON – Kisruh menjelang pemilihan kepada daerah di Aceh
menjadi prihatin oleh sejumlah
masyarakat, dengan manuver elit yang terkesan ‘saboeh lagee’ hal tersebut mengindikasikan bahwa perpecahan di
kalangan elit sangat kentara dengan asumsi bahwa para elit politik Aceh lebih
mengedepankan hasrat terhadap kekuasaan ketimbang kepentingan rakyat.
Hal tersebut diungkapkan Muhammad
Azmuni alias Bodrex, mantan Tentara Neugara Aceh (TNA) wilayah Pasee. Menurutnya,
reputasi sebagai tokoh perjuangan masih menjadi maskot atau andalan untuk
memperoleh dukungan rakyat Aceh.
“Sebagai seorang eks kombatan saya
pesimis bahwa kisruh politik Aceh akan berakhir dengan adanya konsolidasi internal
Partai. Karena yang berkonflik dan bermanuver bukan partai tetapi oknum elite
partai,” ujar Bodrex, Rabu (5/8/2015) di Lhokseumawe.
Kestabilan partai Aceh, katanya,
dapat dilihat dengan adanya calon tunggal yang diusung oleh partai setelah melalui
mekanisme partai. Selebihnya, lanjut Bodrex, kisruh dikalangan elite adalah hal
biasa terjadi karena perbedaan persepsi individunya. Dukungan rakyat hari ini
ditentukan bukan karena siapa mereka, namun apa yang pernah mereka lakukan bagi
kepentingan rakyat.
“Menyoal tentang siapa dan apa maka
kita telah memproyeksikan diri sebagai juri dalam tatanan politik namun patut
digarisbawahi adalah kepentingan apapun namanya tidak akan lebih tinggi dari
kepentingan rakyat,” ungkap Bodrex lagi.
Menurutnya, perjuangan panjang
telah dirintis oleh pendahulu dengan deraian air mata dan darah menuju sebuah Aceh
yang bermartabat (MoU Helsinki, red)
hal ini menjadi awal yang baik bagi penyelamatan tujuan dasar perjuangan rakyat
Aceh bukan dengan jabatan seremonial lima tahunan sekali.
“Masih segar dalam ingatan kita
bahwa dahulu ketika menenteng senjata AK 47 kita lebih dikagumi dan dihormati
sebagai jiwa heroik dan patriotik namun kini seakan berbalik 360 derajat, kita
disebut sebagai insan serakah ‘peukaya
droe’ yang pergeseran nilai sangat riskan terhadap apa yang telah kita
cita-citakan,” ujarnya.
Berbicara masalah reputasi untuk
saat ini adalah hal yang tabu karena banyaknya elite politik Aceh yang ‘seumaluen’. Pilar dasar perjuangan
bukanlah tokoh atau oknum perjuangan namun lebih kepada tujuan perjuangan itu
sendiri.
Untuk itu, katanya, marilah kita
reunifikasikan kembali bahwa tujuan
dasar perjuangan akan menjadi dasar untuk mempererat persatuan demi mencapai
target perjuangan yang masih terganjal arus kepentingan. Kepada pimpinan
politik, tambahnya, pihaknya sebagai eks kombatan sudah lelah menyaksikan
dagelan politik yang terkesan 'peulob
bola lam gon droe’.
“Pemimpin punya kepentingan tapi
harus diingat kamilah penyemangat dan pendukung anda bukan karena faktor uang
semata. Jika polemik hari ini tidak menjadikan anda lebih bijaksana maka
tunggulah kehancuran sendi sendi perdamaian Aceh. Petuah endatu ini mungkin
akan jadi kesamaan dan keteladanan bagi kita semua, ‘meusaboh geutanyoe meuhase meu cre bre geutanyoe binasa’,”
demikian ungkap Bodrex. [rls/pin]