JAKARTA - Pelemahan rupiah yang cukup dalam hari ini hingga
menembus Rp 13.600 per dollar AS, memang banyak disebabkan oleh sentiment
negative devaluasi mata uang china, yuan. Namun, menurut Ekonom Samuel Aset
Manajemen Lana Soelistianingsih, setelah rupiah lepas dari batas amannya, yakni
Rp 13.380 per dollar AS, maka rupiah memang menjadi mudah terperosok lebih
dalam.
Sebelum
devaluasi yuan, menurut Lana, pelemahan rupiah belakangan ini terjadi cepat dan
signifikan. Maka dari itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas bank
perlu melakukan sidak ke bank. "Apakah ada pembelian yang tidak
biasa," ujarnya, Selasa (11/8).
OJK,
kata Lana, perlu turun tangan untuk melihat apakah ada transaksi yang tidak
normal, sehingga membebani rupiah. Pasalnya, kebutuhan valas untuk membayar
utang seharusnya baru terjadi menjelang akhir September.
Pelemahan
rupiah belakangan ini harus diwaspadai betul lantaran sangat berpengaruh pada
dunia usaha. "Dunia usaha sudah alami kesulitan untuk beli onderdil dan
bahan baku," ujar Lana.
Sebagai
informasi, mengacu data Bloomberg, Selasa (11/8) di pasar spot rupiah terpuruk
ke Rp 13.607 per dollar AS atau 0,41% dari penutupan hari sebelumnya Rp 13.551
per dollar.[Tribunnews]