LHOKSUKON - Menanggapi maraknya isu pemekaran Kabupaten Aceh Utara
wilayah barat, LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) menyebutkan perlu dilihat
sisi-sisi negatif dari sebuah pemekaran otonomi daerah yang telah pernah ada.
Karena,
berdasarkan hasil Studi yang dilakukan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP
pada tahun 2008 banyak hal negatif muncul setelah lahirnya pemekaran.
Demikian
dikatakan Manager Hukum LSM KCBI Cabang Aceh Utara, Hidayatul Akbar, SH, kepada
lintasatjeh.com, Rabu (26/8/2015).
Diantaranya,
disebutkan Hidayat, pemekaran menciptakan struktur pemerintah daerah yang
tambun namun miskin fungsi, yang mengakibatkan membebani APBD dan APBN.
Kemudian,
aspek politik di tingkat lokal terlalu dominan dibandingkan dengan kepentingan
masyarakat, di mana sekelompok elit lokal menyandera, dan rendahnya kapasitas
fiskal yang menyebabkan pemerintah daerah berupaya meningkatkan pendapatan
dengan berbagai cara yang justru merugikan masyarakat, munculnya kesenjangan
antar daerah dan perekonomian daerah berbiaya tinggi akibat regulasi daerah
yang mengejar secara sporadis peningkatan PAD.
Selanjutnya,
pertambahan jumlah pemerintah daerah secara simultan meningkatkan belanja dalam
APBN dan ini membebani pemerintah pusat, dimana proprosionalitas anggaran
pembangunan semakin kecil terhadap anggaran rutin.
Jadi
menurut Hidayat, daripada pemerintah harus jor-joran mengeluarkan anggaran
untuk pemekaran akan lebih baik lagi memanfaatkan luas wilayah tersebut dengan
mengimplikasikan program berorientasi terhadap kemakmuran rakyat dengan sistim
pengawasan yang profesional.
"Biar
tidak ada tilep menilep di situ," ucap Hidayat.
Saya
rasa, Hidayat menegaskan, Aceh Utara belum membutuhkan pemekaran, Aceh Utara
butuh management goverment yang profesional, butuh putra putri terbaik daerah
ini dalam menata Aceh Utara kedepan, jangan mengkotak-kotakkan Aceh Utara barat
atau wilayah timur karena berdasarkan kultur dan budaya yang sama.
Menurutnya,
pemekaran hanya bersifat keuntungan secara subjektif bagi aktor-aktor politik
semata karena adanya kepentingan bukan kebutuhan masyarsyarakat. Soal jarak
tempuh sentral mungkin pemerintah bisa melakukan tatanan pelayanan masyarakat
terpadu dengan mengaktivkan kecamatan-kecamatan dalam mengurus administrasi
secara online.
Lihat
saja sekarang ke kantor-kantor camat banyak pegawai nya makan gaji buta yg
hanya masuk absen terus pulang lagi karna tidak tau apa yang harus dilakukan. Kalau
pengurusan KK, KTP Akte Kelahiran saja yang urgen harus ke sentral pelayanan di
Disdukcapil Kabupaten apa tugas pegawai kecamatan? pemerintah harini perlu
melakukan peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat guna mewujudkan kekuatan
masyarakat sipil (civil society) yang mampu berkolaborasi dengan pemerintah
daerah.
Langkah
ini bertujuan untuk menghindari dominasi elit politik dan pejabat birokrasi di
tingkat lokal yang menghendaki pemekaran wilayah hanya untuk memenuhi
kepentingan kelompok dan golongannya. Keberadaan civil society tersebut menjadi
penting seiring dengan semakin dekatnya pelayanan publik yang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[pin]