BANDA ACEH - Sepuluh tahun sudah nota kesepahaman antara RI-GAM,
namun hampir bisa dipastikan belum ada perubahan yang signifikan.
Terutama
terlihat dari pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh, seperti yang diketahui bahwa
Aceh menerima alokasi dana otsus sejak tahun 2008 hingga 2027 tahun, namun bersifat
temporer.
Hal
itu dikatakan Sekretaris Jenderal LSM Acheh Future, Syukrillah MK, kepada
lintasatjeh.com, Minggu (9/8/2015). Menurutnya, jika alokasi ini berakhir namun
ekonomi masyarakat Aceh masih tetap terpuruk alias memburuk, maka Aceh harus
siap-siap menerima akibat kerentanan di masa-masa yang akan datang.
Selain
itu, implementasi dari butir-butir MoU pun masih banyak yang belum terealisasi,
dan baru tiga butir yang terelisasi diantaranya, terbentuknya Partai lokal,
Lembaga Wali Nanggroe (LWN) dan pembebasan Tapol Napol.
Dia
menyebutkan, tiga butir tersebut berhubungan dengan jabatan dan kekuasaan
politik lokal Aceh, sedangkan sekian banyak butir-butir yang lain masih dalam
hayalan mimpi, dan selalu menjadi penghias janji dalam kompetisi politik bagi
para elit politik.
Bahkan
dengan butir-butir mimpi ini, masyarakat sering digiring dan dibodohi. Hal
ini terjadi mungkin karena tidak ada kepentingan langsung para politik dan para
penguasa.
Syukri
menambahkan, selama ini Pemerintah Aceh kurang memperhatikan pertumbuhan
ekonomi rakyat, sementara para wakil rakyat yang ada di DPRA sibuk dengan olah
dana aspirasi.
Anggota
dewan terkesan hanya mencari pekerjaan lima tahun di dalam parlemen. Hal ini justru
berbanding terbalik saat orang terhormat ini bersorak-sorak di atas pentas
sambil menepuk dada saat kampanye, tapi apa yang dilakukan hari ini.
"Sekarang
yang kita lihat perpecahan di kubu partai penguasa, partai yang katanya
satu-satunya yang bisa merealisasikan MoU," katanya.[zul]