JAKARTA - Pelaku insiden pembakaran Mushola di Kabupaten
Tolikara, Papua, Jumat (17/7/2015) pagi atau saat perayaan Idul Fitri 1436 H,
diduga adanya kelompok tertentu yang mungkin datang dari luar Papua. Kelompok
tersebut kemudian melakukan propaganda provokatif terhadap warga setempat.
"Kami
menduga adanya kelompok tertentu yang mungkin datang dari luar Papua lalu
melakukan propaganda provokatif terhadap warga setempat. Tujuannya untuk terus
jadi Papua dianggap tak aman atau bergolak, sehingga akan kian jadikan Pemerintahan
Jokowi terbebani secara politik di tingkat domestik," kata Ketua Umum
Presidium Perhimpunan Indonesia Timur (PPIT), Laode Ida dalam keterangan
persnya, Sabtu (18/7/2015).
Dia
mengatakan, sungguh sangat disesalkan terjadinya serangan terhadap warga Muslim
oleh sekelompok masyarakat di Tolikara Papua. Peristiwa itu merupakan gangguan
serius terhadap warga Muslim karena sedang jalankan ibadah idul fitri setelah
sebulan menunaikan ibadah puasa.
Sehingga,
sambungnya, dugaan kuat pelaku bukan berasal dari Papua karena selain
sudah jadi rutinitas ritual tahunan, sebenarnya kaum Muslim itu sangat tidak
ganggu masyarakat lain yang berbeda keyakinan agama. "Karena itu merupakan
hak azasi setiap warga bangsa ini yang dijamin dalam konstitusi dan juga oleh
Lembaga PBB," ujarnya.
Mantan
Wakil Ketua DPD RI ini menambahkan, peristiwa itu membuat para tokoh asal
kawasan timur merasa sangat terkejut dan heran. Karena tindakan kekerasan
kelompok penganut agama non muslim itu bukanlah karakter orang-orang Papua. "Saudara-saudara
kita warga asli Papua sangat menghormati kebebasan beragama, sangat
toleran dengan penganut keyakinan yang berbeda," ungkapnya.
Namun
demikian, dia meminta aparat keamanan yang tugas di Papua harus dikoreksi
karena telah lalai jalankan tugasnya untuk secara preventif mencegahnya.
Untuk
itu, dia juga meminta pemerintah perlu melakukan 5 hal. Pertama, memberi sanksi
terhadap pelaku penyerangan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kedua,
menemukan aktor di balik peristiwa serangan itu berikut jaringannya, dan
dikategorikan sebagai kelompok teroris.
Ketiga,
memberi sanksi terhadap aparat yang lalai jalankan tugasnya. Keempat,
memerankan Forum Antar Umat Beragama untuk lakukan upaya-upaya perdamaian. Dan
kelima menggalakkan penyuluhan dalam rangka kembali terekonsiliasinya warga di
wilayah penyerangan itu dan secara di tanah Papua.[Harianterbit]