BANDUNG - Usia perempuan panggilan di Kota Bandung semakin dini. Bahkan, Ramadhan lalu, Polrestabes Bandung menemukan anak yang dilacurkan (Ayla) yang baru duduk di kelas VI SD atau berumur sekitar 12 tahun.
"Ramadhan lalu kami bertemu dengan Kapolres, lalu ia menceritakan tentang anak kelas VI SD yang jadi Ayla panggilan tersebut," ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Netty Prasetiyani Heryawan di Gedung Sate, Bandung, Kamis (23/7/2015).
Netty menjelaskan, anak tersebut sudah lama menjalani pekerjaan ini. Anak ini memiliki ojek langganan dan nomor ponsel tertentu yang bisa menghubungkan dia dengan pelanggannya. "Bahkan di luar jam melayani pelanggannya, dia melayani tukang ojeknya," ucap Netty.
Saat ini, anak tersebut tidak berada dalam perlindungan P2TP2A. Sebab, sang ibu meminta kepada polisi untuk mendidik anaknya di rumah. Netty mengaku tidak bisa menjamin apakah anak tersebut tidak akan kembali menjadi PSK panggilan. Sebab, dalam kasus seperti ini diperlukan pendampingan.
P2TP2A terus berkoordinasi dengan Polrestabes Bandung. "Kalau dititipkan ke saya juga enggak akan mau, karena orangtua ingin mendidiknya," imbuh dia.
Persoalan ini, sambung Netty, menjadi masalah baru bagi anak-anak di Jawa Barat, khususnya dan Indonesia pada umumnya. Menurut Netty, demi menyelesaikan persoalan ini diperlukan kerja bersama antar semua pihak.
Alasan uang
Netty lalu mengatakan, alasan bocah ini menjadi PSK panggilan adalah soal uang saku. Namun, ia melihat ada yang janggal dengan alasan tersebut, jika dilihat dari jawaban si anak.
"Tanyakan saja kepada ibu saya. Berapa banyak dia memberikan uang setiap hari," ucap Netty menirukan ucapan sang anak.
Bagi Netty, alasan anak tersebut terdengar klasik, tapi agak aneh. "Mengapa anak kelas VI SD mencari jalan keluar dari kebutuhan uang sakunya yang lebih besar dengan melakoni PSK anak?" tutur Netty.
Bagi Netty, alasan anak tersebut terdengar klasik, tapi agak aneh. "Mengapa anak kelas VI SD mencari jalan keluar dari kebutuhan uang sakunya yang lebih besar dengan melakoni PSK anak?" tutur Netty.
Netty menilai, ada hal lain yang menjadi alasan si anak. Misalnya, ada tarikan lingkungan yang sangat kuat, sehingga anak bisa dengan mudahnya menjadi PSK. Tarikan lingkungan tersebut bisa berupa nilai-nilai dari tayangan televisi, hingga akses ke media yang sangat global.
Menurut Netty, persoalan tersebut harus menjadi perhatian bersama. Setiap institusi maupun masyarakat harus ikut andil, agar masalah yang dihadapi anak bisa diminimalisasi. Dia mencatat, kasus terhadap anak setiap tahunnya meningkat.[Kompas]