![]() |
IST |
BANDA ACEH - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Badan
Kehormatan DPRK Subulussalam untuk segera menjatuhkan sanksi terhadap Jumadin,
oknum anggota DPRK Subulussalam yang terindikasi menggunakan ijazah palsu.
Sesuai dengan hasil putusan dari Pengadilan Negeri Singkil yang dibacakan pada
19 Mei 2015, Jumadin yang merupakan kader Partai Hanura terbukti menggunakan
ijazah palsu dan dihukum 2 bulan penjara.
Berdasarkan
informasi yang diperoleh oleh MaTA, kasus ini bermula dari laporan masyarakat
yang ditangani Polres Aceh Singkil. Selain itu, setelah pembacaan putusan oleh
Majelis Hakim, terdakwa mengajukan banding karena tidak setuju dengan putusan
tersebut. MaTA berharap, jika ada oknum yang lain menggunakan ijazah palsu,
masyarakat tidak perlu takut melaporkan kepada aparat penegak hukum, karena
setiap pelapor akan senantiasa dilindungi dan dirahasiakan oleh aparat penegak
hukum.
Menurut
Koordinator Monitoring Peradilan MaTA, Baihaqi, Selasa (7/7/2015), penggunaan
ijazah palsu oleh oknum DPRK Subulussalam bukan hanya mencoreng kewibawaan
lembaga DPRK tapi juga memberi dampak negatif terhadap dunia pendidikan. Oleh
karenanya, sudah sepatutnya Badan Kehormatan DPRK Subulussalam memberikan
sanksi.
Selain
itu, MaTA juga berharap Partai Hanura juga dapat mengambil langkah konkrit
terhadap oknum kadernya yang menggunakan ijazah palsu. Penggunaan ijazah palsu
ini bukan saja merusak citra partai tapi juga merusak nilai-nilai demokrasi
yang sedang dibangun di negeri ini. Kalau tidak ada langkah konkrit dari
partai, patut dicurigai partai Hanura berupaya melindungi pelaku.
Sanksi Hukum
Terkait
dengan banding yang dilakukan oleh terdakwa, MaTA mendesak Pengadilan Tinggi
Banda Aceh untuk segera memproses kasus tersebut dan menjatuhkan hukuman
maksimal kepada pelaku sebagaimana yang diamanahkan dalam UU No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 69 ayat (1) yang berbunyi “setiap
orang yang menggunakan ijazah yang terbukti palsu dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Selain
itu, sesuai dengan pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
bersangkutan bisa dihukum maksimal 6 tahun karena menggunakan surat-surat palsu.
Menurut MaTA, sudah sepatutnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh
menjatuhkan hukuman sesuai dengan dua aturan tersebut. Ini bertujuan untuk
memberi efek jera kepada pelaku dan juga pembelajaran kepada masyarakat luas.[Redaksi]