JAKARTA - Indonesia kekurangan lebih dari 125 ribu insinyur
untuk membangun berbagai infrastruktur hingga pelosok. Ini menjadi ancaman
menjelang masyarakat ekonomi ASEAN.
"Kita
harus memenuhi kekurangan itu dalam 5 tahun ke depan. Sebab jika tidak, maka
orang asing yang akan mengisinya, apalagi kita sudah menerapkan Masyarakat
Ekonomi ASEAN," kata Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati.
Itu
dia katakan saat Peletakan Batu Pertama Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Sabtu (25/7/2015).
Kemenristek
berharap perguruan tinggi lebih banyak lagi membuka jurusan teknologi dan
meminta para mahasiswa mencintai penelitian dan mampu melahirkan inovasi yang
berdaya saing.
"Saat
ini, tingkat impor teknologi di Indonesia cukup tinggi, misalnya impor gawai
(gadget), suatu teknologi impor yang digunakan sekitar 80 persen penduduk,
sehingga bisa diartikan bahwa Indonesia masih menjadi negeri terjajah,"
ujarnya.
Meskipun
secara kuantitas jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai sekitar 4.000
unit, baik negeri maupun swasta, katanya, soal tingkat publikasi nasional
maupun internasional masih rendah.
"Jumlah
total publikasi dari 10 universitas terbaik di Indonesia masih kalah dengan
satu universitas negeri di Malaysia. Fakta ini harus jadi pemicu bangkitnya
perguruan tinggi di Indonesia," kata Dimyati.
Dalam
kesempatan yang juga dihadiri Menteri Perindustrian Saleh Husin itu, Dimyati
juga memberi apresiasi kepada Uhamka yang membantu tugas-tugas pemerintah
mencerdaskan bangsa dan mendidik para mahasiswa menjadi orang-orang yang mampu
mandiri dan berdaya saing.
Rektor
Uhamka Prof Dr Suyatno mengatakan pada usia ke-57 tahun, Uhamka telah memiliki
tujuh kampus yang tersebar di Jakarta dan akan membangun lagi gedung baru
delapan tingkat seluas 10.300 meter persegi senilai Rp87 miliar di atas tanah
4.343 meter persegi yang bisa menampung 3.600 mahasiswa, dengan target selesai
Mei 2016, dalam 10 bulan.
"Gedung
tersebut juga akan dilengkapi berbagai fasilitas, seperti lab, perpustakaan,
dan lainnya. Tidak kalah penting kami juga bangun sumber daya manusianya. Kami
memiliki 400 dosen tetap dan total 700 dosen," katanya.
Ketua
PP Muhammadiyah Bidang Pustaka dan Informasi Prof Dr Dadang Khamad mengatakan
saat ini Muhammadiyah memiliki 182 perguruan tinggi dan beberapa di antaranya
berakreditasi A.
"Perguruan
tinggi kami tidak hanya berupaya mendidik orang muslim. IKIP Muhammadiyah yang
kami bangun di Maumere, NTT misalnya, dari 900 mahasiswanya 90 persen
nonmuslim, demikian pula dosennya, 80 persen nonmuslim. Kami ingin turut
mencerdaskan Indonesia bagian timur," katanya.[Antara]