IST |
JAKARTA - Sekjen International Conference for Islamic Scholars
(ICIS), KH Hasyim Muzadi, angkat bicara terkait peristiwa terbakarnya rumah
ibadah di Distrik Karubaga, Tolikara, Papua, pada Jumat 17 Juli 2015.
Menurutnya, penanganan insiden di Tolikara harus tegas dan cermat, karena jika
salah dalam melihat substansi persoalan, permasalahan serupa sangat mungkin
terulang kembali.
Kemudian,
agar hubungan antar umat beragama di Indonesia kembali harmonis, ia mengimbau
masing-masing pihak introspeksi diri dan bisa saling memaafkan serta mendorong
penegakan hukum. “Oknum-oknum penyerang harus meminta maaf secara
terbuka kepada kaum muslimin di Indonesia. Kemudian, pemerintah harus bertindak
tegas terhadap para pelaku penyerangan,”
Ia
menjelaskan, diberlakukannya proses hukum terhadap para pelaku bukan karena
persoalan tendensi antar-agama. Tetapi karena di momentum inilah kedaulatan
negara diuji untuk mampu melindungi segenap warganya. “Saatnya
sekarang negara bertindak adil, bukan karena agamanya namun karena hal tersebut
merupakan pelanggaran hukum Indonesia,” terangnya.
Ke
depan, kerukunan lintas umat agama harus digalakkan lagi dan dikembalikan ke
dalam jalur modernisasi, bukan liberalisasi. Karena saat ini, agama masih
digunakan untuk kepentingan lain yang tujuannya merusak moral bangsa Indonesia.
Selain
itu, sambungnya, peristiwa di Tolikara menjadi momentum bagi masyarakat barat
atau Eropa untuk menata kembali visi pandangannya terhadap agama-agama di
Indonesia, termasuk Islam.
Karena
jika selama ini mereka melihat sentral kekacauan hanya bersumber dari penganut
Islam, maka peristiwa tersebut menjadi cermin bagi konsep freedom of speech,
freedom of religion, dan fredom of expression yang sebelumnya selalu digaungkan
berbalik kepada mereka.
“Di hari pertama Bulan
Ramadan pada 18 juni 2015 pukul 09.00 am waktu Den Haag, Greet Wilders ( ketua
partai kebebasan) mengumunkan kartun Nabi Muhammad di Den Haag dan di hari pertama
Idul Fitri, jamaah kaum muslimin diserang di Papua,”
jelasnya.
Meskipun
demikian, kaum muslimin di Indonesia harus selalu kritis dan berhati-hati dalam
menilai sebuah peristiwa. Tidak boleh emosi, karena emosi itulah yang ditunggu
tunggu pihak islamo phobia agar langkah kaum muslimin menjadi tak terkendali.
Sehingga penilaian buruk akan mudah diselipkan pada Agama Islam.
“Bersamaan dengan itu
kami mengimbau agar teman-teman sebangsa dan setanah air tidak melaporkan
hal-hal negatif di dalam negeri kepada pihak asing atas dasar sedikit
"imbalan", karena hal tersebut berakibat pada buruknya citra martabat
bangsa. Lebih baik duduk bersama menyelesaikan segala masalah di dalam negeri
sendiri karena lebih terhormat dan lebih nasionalis,”
pungkasnya.[Okezone]