IST |
JAKARTA - Surat edaran dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI)
sebelum peristiwa kisruh di Tolikara dianggap menjadi salah satu penyebab
insiden tersebut. Namun, menurut Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno,
keberadaan surat itu sudah dibantah GIDI.
"Setelah
Kapolda dan Pangdam turun ke daerah itu, mereka (GIDI) membantah bahwa tidak
pernah dilakukan seperti itu, tidak pernah buat surat itu," ujar Tedjo di
kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (20/7).
Ada
tiga poin isi surat tersebut, yakni GIDI tidak mengijinkan adanya perayaan
Lebaran di Tolikara, perayaan Lebaran bisa dilakukan di luar Tolikara dan
larangan perempuan muslim di wilayah itu memakai jilbab.
Tedjo
mengaku, saat ini belum ada yang tahu pembuat surat provokatif tersebut. Sumber
surat itu juga sedang diselidiki pihak kepolisian.
"Itu
dibantah oleh panitia yang ada di sana. Suratnya ada tapi, saya juga
belum lihat. Itu kan bisa aja dari mana gitu. Tapi mereka tidak pernah
mengeluarkan seperti itu," tegas Tedjo.
Tedjo
juga menyatakan, belum mengetahui soal perda di Tolikara yang melarang umat
Islam beribadah. Ia belum mendapat laporan soal itu.
"Kalau
menurut Menag, tidak ada yang bisa melarang orang melakukan ibadah. Hanya
memang diatur bersama-sama. Sebenarnya saya belum pernah baca. Orang beragama
kan masa orang enggak boleh salat id. Saya belum tahu apakah ada aturan seperti
itu," ujar Tedjo.
Sebelumnya,
GIDI sudah membantah isi surat provokatif itu. Isi surat sebenarnya adalah
masyarakat muslim Tolikara boleh melaksanakan ibadah, tapi tidak menggunakan
toa atau penggeras suara karena dapat mengganggu ribuan pemuda yang bersiap
untuk melangsungkan seminar dan KKR. Apalagi jarak toa atau pengeras suara
dengan tempat dilangsungkannya ibadah umat GIDI hanya sekitar 300meter.
Isi
surat yang berbeda dan beredar itu juga dipertanyakan pihak GIDI.[jpnn]