JAKARTA - Diskusi buku karya mantan Kepala Badan Intelijen
Negara Marciano Norman digelar di Balai Kartini, Jakarta Selatan Kamis 30 Juli
2015. Di acara ini, Pengamat Intelijen Ken Conboy menyarankan agar BIN dapat
lebih fokus dalam hal pengumpulan data. Ini karena arsip dan data soal badan
telik sandi negara ini masih kurang.
"Pak
Sutiyoso bisa mulai lagi untuk arsip di BIN, karena dulu ada namun sekarang
tidak ada lagi," kata Ken Conboy, pemerhati intelijen dan militer
Indonesia serta penulis buku Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces
tersebut di Jakarta, Kamis 30 Juli 2015.
Menurut
Conboy, buku yang ditulis Marciano Norman berjudul, Intelijen Negara: Mengawal
Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi, di Jakarta itu
bisa memberikan tambahan ilmu intelijen. Buku itu, berisi pengalaman Norman
sebagai Kepala BIN periode 2011-2015.
Namun
Tjipta Lesmana meski mengapresiasi buku itu karena berisi
informasi-informasi yang jarang didengar masyarakat sebelumnya, kecewa karena
banyak hal penting tak diungkap. Misalnya soal kasus Munir.
"Namun
saya kecewa Munir tidak diungkap di sini. Tokoh AM Hendropriyono juga tidak
disinggung. Perlu disinggung, tapi tidak perlu 'telanjang'," kata dosen
Universitas Pelita Harapan Jakarta yang juga penulis buku Dari Soekarno Sampai
SBY: Intrik & Lobi Politik Para Penguasa itu.
Pengamat
intelijen sekaligus editor buku itu, Wawan Purwanto, mengatakan, kasus Munir
tidak boleh diungkap untuk tempo 25 tahun seperti tertera di peraturan.
"Maka biar nanti oleh kepala intelijen yang akan datang silakan dibuka
saatnya sudah lewat batas waktu tersebut, kalau sudah lebih dari 25 tahun mau
dibuka secara detail juga tidak apa-apa," katanya.
Wawan
mengungkapkan pula bahwa hampir 40 persen dari isi semula buku tersebut
batal dimuat oleh penulis dalam versi akhir yang dicetak. Ini karena kebanyakan
menyangkut aspek kekinian saat Norman menjabat sebagai kepala BIN.
Acara
bedah buku dihadiri Kepala BIN, Sutiyoso, Sekretaris Jenderal Partai Nasional
Demokrat, Patrice Rio Capella, Dosen intelijen Universitas Indonesia, Thony
Situmorang, dan beberapa pejabat BIN.
Dalam
sambutannya, Sutiyoso mengatakan, perkembangan teknologi dan informasi
dalam era globalisasi memberikan efek nyata berupa besarnya potensi ancaman
bagi dunia intelijen."Tingginya arus informasi berbanding lurus dengan
semakin sulitnya mengontrol arus informasi," ucap dia.
Sutiyoso
mengatakan bahwa besarnya ancaman yang ditimbulkan harus dapat diimbangi dengan
peningkatan sumber daya manusia insan intelijen sebagai pengembang fungsi cegah
dini.
Dia
mengharapkan buku karya Norman dapat menjadi referensi dan sumber pengetahuan
mengenai dunia intelijen."Sekaligus mendewasakan pemahaman serta menekan
sentimen negatif masyarakat yang bias terkait dunia intelijen," ucapnya.[Tempo]