Jokowi saat di rumah makan di Aceh Utara |
JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir mengatakan
8 bulan berkuasa, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sudah
menanggung utang baru senilai Rp859 triliun. Utang tersebut menurut Achmad,
berasal dari pinjaman World Bank 12 miliar dolar Amerika Serikat atau setara
Rp143 triliun, dari Tiongkok Rp650 triliun dan pinjaman dana IDB sebesar Rp66
triliun.
"Utang
tersebut di luar lelang surat utang negara (SUN) dalam valuta asing
berdenominasi Euro seri RI-Euro725 senilai 1,25 miliar Euro dengan tenor 10
tahun pada Kamis 23 Juli lalu," kata Achmad, kepada wartawan, di Jakarta,
Jumat (31/7).
Menurut
politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, perilaku pemerintah yang suka utang
sesungguhnya membuat nilai tukar rupiah semakin terpuruk. "Makanya kami
selalu kritik bahwa mazhab utang luar negeri sebagai cara memacu pertumbuhan
ekonomi baru yang dianut oleh pemerintah ini," tegasnya.
Kondisi
tersebut lanjutnya, ini diperparah dengan turunnya jumlah investasi baik dari
penanaman modal dalam negeri maupun luar negeri. Daya beli masyarakat juga
terus tergerus terutama di sektor konsumsi, yang mengakibatkan turunnya
pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Efek berantai
berikutnya adalah pertumbuhan kredit melambat. Tingkat inflasi terus naik pada
Mei-Juni ke level 7 persen serta berpotensi terus bergerak ke posisi psikologis
sebesar 10 persen, karena harga pangan semakin mahal dan terus merangkak naik,”
ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini.
Karena
itu, dia mengimbau tim ekonomi pemerintah bergerak cepat dengan memaksimalkan
seluruh potensi belanja APBN yang lebih dari 2 ribu triliun rupiah. "Ini
tentu sangat tepat untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang mengalami
perlambatan di kuartal pertama tahun ini. Caranya, percepat pembangunan
infrastruktur jalan tol, pelabuhan, rel kereta ganda, dan bandara baru dengan
melibatkan BUMN dan swasta dalam pendanaan dan pengerjaan. Jangan nambah
utang," pungkasnya.[jpnn]