Ketua DPC LSM Perintis Kota Langsa, Zulfadli. (Dok) |
LANGSA - Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum (publik) kiranya sangatlah penting. Hal ini berkaitan guna kelancaran dari Pemerintah Kota Langsa untuk mensinergikan dalam menentukan kebijakan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Pengadaan tanah telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Pengadaan tanah di Pemko Langsa untuk sarana umum/publik, tanah untuk Kampong Nelayan serta tanah untuk lahan Prasarana Olahraga dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Langsa melalui Dana APBA dan OTSUS Tahun 2013, diduga terjadi praktek "mark-up" (penggelembungan harga).
Hal itu disampaikan oleh Zulfadli, Ketua DPC LSM Perintis Kota Langsa kepada lintasatjeh.com, Senin (01/06/2015).
Menurut dia, sesuai data/surat Berita Acara Serah Terima No.590/024/2014, Rabu, 8 Januari 2014, disebutkan nama Siti Mariani, SE, M,Si, Ak, Sekretaris DPKA Banda Aceh sebagai Pihak Pertama (I) dan Muhammad Syahril, SH, M. AP, Sekda Kota Langsa sebagai Pihak Kedua (II).
Pihak Pertama telah menyerahkan kepada Pihak Kedua menyatakan telah menerima dari Pihak Kedua berupa tanah untuk prasarana umum/publik Kota Langsa. Pembebasan tanah untuk Kampung Nelayan Kampung Kapa Kecamatan Langsa Timur, pembebasan tanah untuk lahan prasarana olahraga dan RTH Kota Langsa serta sarana umum/publik di Kota Langsa, yang bersumber dari Dana APBA dan OTSUS Tahun Anggaran 2013 dengan spesifikasi:
1) Sarana umum/publik Kota Langsa seluas 9.699 M3 di Gedubang, senilai Rp 2.906.155.000.- Disperindag-kop (reguler);
2) Tanah untuk Kampong Nelayan seluas 149.642 M3 atau hampir 15 hektar, tahun pengadaan 2013 senilai Rp 7.122.917.300, alamatalamat Kampong Kapa, keterangan dinas PU (reguler);
3)Tanah untuk lahan prasarana Olahraga dan RTH seluas 24.374 M3 senilai Rp 5.945.741.800,-di Alue Dua (BLHKP) OTSUS.
Selanjutnya, kata Zulfadli, terhadap pengadaan tanah di Pemko Langsa yang bersumber dana APBA dan Otsus TA 2013 diduga terjadi penyimpangan dan terjadi mark-up yang sangat luar biasa, mengingat harga pengadaan tanah itu hampir mencapai Rp 500 juta per hektarnya, sementara harga tanah di wilayah Kampung Kapa dan Sei Long rata-rata paling mahal sekitar Rp. 40- 50 juta per hektar.
"Dalam hal ini, Pemko Langsa terlalu berani dengan membeli tanah semahal itu," tegas Zulfadli.
Demikian juga dengan pengadaan tanah untuk lahan prasarana olahraga dan RTH seluas 24.374 M3 senilai Rp 5.945.741.800, di Alue Dua Langsa (BLHKP) Dana OTSUS, sarat dugaan ada "main mata" untuk menggelembungkan harga jual beli tanah tersebut.
"Indikasi penggelembungan harga ini dapat tercium dari pemilik tanah ini yang awalnya adalah salah satu SKPD di Kota Langsa," jelas Zulfadli.
Dari informasi yang dihimpun, sambung Zulfadli, persoalan ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Langsa. "Kami berharap kepada Kejaksaan jangan main-main dalam persoalan ini, sebab ini uang rakyat," pungkasnya.[w4]