JAKARTA - Bung Karno dilahirkan tanggal 6 Juni tahun 1901. Ia
dilahirkan setengah enam pagi, saat fajar mulai menyingsing. Ibunda Bung Karno,
Ida Ayu Nyoman Rai, percaya bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari
terbit akan ditakdirkan punya nasib yang lebih baik.
“Jangan lupakan itu,
jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra sang fajar,”
begitu pesan Ibundanya kepada Bung Karno.
Akan
tetapi, selain pertanda alam, tahun kelahiran Bung Karno menandai terbitnya
zaman baru: Abad 20. Sedangkan abad ke-19, yang segera tenggelam, dianggapnya
sebagai zaman kegelapan.
Zaman
itu ditandai dengan kebangkitan atau menaiknya pasang revolusi kemanusiaan. Ini
adalah abad dimana bangsa-bangsa baru dan merdeka di Asia dan Afrika mulai
berkembang. Juga, tak kalah penting, berkembangnya negara-negara sosialis yang
meliputi seribu juta manusia.
Selain
itu, abad baru ini juga ditandai dengan kemajuan zaman di bidang penemuan
teknologi dan pengetahuan. Orang menyebutnya ‘Abad
Atom’ dan ‘Abad Ruang Angkasa’.
“Mereka yang
dilahirkan di abad Revolusi Kemanusiaan ini terikat oleh suatu kewajiban untuk
menjalankan tugas-tugas kepahlawanan,” kata Soekarno.
Soekarno
percaya angka keberuntungan. Kebetulan, angka kelahirannya didominasi oleh
angka enam (6-6-1901). Bagi Soekarno, angka enam itu berarti berbintang Gemini,
lambang kekembaran. Dua sifat berlawanan: bisa lunak dan bisa keras. “Aku
bisa menjebloskan musuh-musuh negara ke belakang jeruji besi, namun demikian
aku tidak sampai hati membiarkan burung terkurung di dalam sangkarnya,”
katanya.
Kelahiran
Soekarno juga disambut peristiwa alam: letusan gunung Kelud.
Soekarno
lahir di tengah kondisi keluarganya yang sulit. Ayahnya, Raden Soekeni
Sosrodihardjo, tidak sanggup memanggil dukun untuk menolong kelahiran anaknya.
Apalagi memanggil dokter. Satu-satunya yang bisa membantu adalah kawan
bapaknya. Seorang kakek yang sudah amat tua.
Bung
Karno dilahirkan dari keluarga pejuang. Leluhur dari ibunya adalah
pejuang-pejuang kemerdekaan. Mereka gugur dalam perang puputan di Bali saat
melawan kolonialisme Belanda. Sedangkan leluhur bapaknya juga adalah keluarga
patriot-patriot ulung. Leluhurnya turut berjuang bersama Pangerang Diponegoro
melawan kolonialisme Belanda.
Nah,
sempat muncul kontroversi soal tempat kelahiran Bung Karno. Semasa orde baru,
yang disertai oleh literatur di sekolah-sekolah, tempat kelahiran Bung Karno
disebut di Blitar. Konon, ia bagian dari proyek de-sukarnoisasi.
Berbagai
versi menyebutkan Bung Karno dilahirkan di Surabaya. Bung Karno sendiri dalam
buku otobiografi yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat,
menyebut Surabaya sebagai tempat kelahirannya.
Lambert
Giebels dalam bukunya, Soekarno, Biografi Politik 1901 –
1950, menyebut Soekarno dilahirkan di Jalan Pasar Besar, Surabaya. Di buku yang
sama, Giebels menyebut tempat kelahiran Bung Karno di Gang Lawang Seketeng,
suatu jalan masuk di kampung di seberang Kali Mas.
Prof.
Kapitsa M.S. & DR Maletin N.P, yang menulis buku “Soekarno:
Biografi Soekarno”, menyebut “Seokarno dilahirkan
di Jawa, Surabaya, pada tanggal 6 Juni 1901”.
Terakhir,
sejumlah sejarahwan dan wartawan berusaha menelusuri tempat kelahiran Bung
Karno. Mereka menyimpulkan bahwa Bung Karno dilahirkan kampung Pandean Peneleh
Gang IV No. 40, Surabaya.[Berdikari]