IST |
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo
menegaskan, menghina Presiden sama saja menghina lambang negara. Karena itu
sikap tersebut tidak bisa ditolerir, apalagi jika benar disampaikan oleh
seorang menteri yang merupakan pembantu presiden.
“Saya sebagai Mendagri
tadi pagi (Senin, red) sampaikan pada Presiden, siapa yang hina presiden,
menghina lambang Negara,” ujar Tjahjo, pada penandatanganan nota kesepahaman
antara Kemendagri dan Komnas HAM dan pembukaan Rakor Sosialisasi Kebijakan
Penanganan Konflik Sosial di Kemendagri, Jakarta, Senin (29/6).
Menurut
Tjahjo, siapapun dapat memberikan masukan kepada Presiden, namun jangan dengan
bahasa yang kasar.
“Pembantu Presiden
jangan kasar. Gubernur, Wali Kota/Bupati, itu perangkat tangan kanan Presiden.
Menteri tangan kiri Presiden. Mendagri harus siap, siapa kawan siapa lawan. Ini
harus berani mengambil sikap,” ujarnya.
Sayangnya
Tjahjo tidak menyebut siapa oknum menteri penghina Presiden yang dimaksud. Ia
hanya meminta jajaran kepolisian jangan takut jika menemukan indikasi
ketidakbenaran. Apalagi sampai penghinaan terhadap lambang negara.
“Saya minta Panglima
TNI/Kapolri, jangan takut akan opini. Jajaran Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan
Politik, red), harus terbuka 24 jam pada pers. Jadi kalau mau memberikan saran
terbuka, kalau mau ke media pers, silahkan. Tapi intinya jangan kasar,”
katanya.
Menurut
Tjahjo, meski kepala negara terbuka menerima masukan, namun tidak semua
aspirasi bisa diterima begitu saja oleh Presiden. Karena Presiden punya visi
dan misi yang tegas.
“Bila tidak diterima
maka ya jangan menghina dengan cara yang kasar,”
ujar mantan sekjen DPP PDI Perjuangan ini.[jpnn]