ACEH TAMIANG - Penyidik Kejari Kuala Simpang saat ini tengah melakukan pemanggilan dan mengumpulkan keterangan saksi-saksi untuk mengungkap indikasi mark up ganti rugi lahan pusat pasar tradisional di Kebun Tengah, Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.
Apabila terbukti, aktor mark up ganti rugi lahan milik Asiong untuk dijadikan sebagai pusat pasar tradisional, tersangka bisa dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman pasal 2 itu minimal 4 tahun maksimal 20 tahun, pasal 3 minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun.
Sejumlah pegiat anti korupsi, LSM, Pemuda dan masyarakat Aceh Tamiang berkomitmen akan mengawal kasus ini, hingga terungkap aktor dibalik usulan siluman ini. Masyarakat yakin Kejari Kuala Simpang bisa menyeret pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini yang diduga merugikan uang negara.
Ketua LSM Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin berkeyakinan bahwa kasus ini tidak akan mengendap apalagi sampai di"peti" eskan.
"Kita tahu, saat ini pihak-pihak yang harus bertanggungjawab sudah gelisah. Bahkan melakukan manuver ke semua elemen sipil untuk bungkam," kata Nasruddin kepada lintasatjeh.com, Sabtu (27/6/2015).
Dalam hal ini, Ketua DPRK Atam, Sekda Atam, Bappeda, DPKKA, dan BPN merupakan pihak-pihak yang paling bertanggungjawab dalam kasus indikasi mark up ganti rugi lahan milik Asiong.
"Kejari Kuala Simpang harus minta keterangan dari pejabat-pejabat terkait," desaknya sembari mengatakan FPRM siap mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Kita minta LSM, pegiat anti korupsi, pemuda dan masyarakat Aceh Tamiang, harus bersatu melawan kejahatan ini. Jangan sampai mereka mengintervensi dan membungkam suara rakyat. Jangan biarkan korupsi menggurita di Bumi Raja Muda Sedia," demikian pungkas Nasruddin seraya mendesak media jangan bungkam dan jangan mau dibeli untuk me"86"kan kasus ini.[Redaksi]