JAKARTA - Sejumlah pengamat pesimistis Presiden Joko Widodo
akan mendepak para menteri dari partai politik, meski berkinerja buruk.
Sebaliknya, reshuffle kabinet diprediksi hanya akan merombak anggota kabinet
dari kalangan profesional atau akademikus.
Direktur
Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai Presiden bakal kesulitan
mengganti atau menggeser orang-orang partai dalam kabinet. “Presiden
pasti akan terikat salah satu kakinya oleh kekuatan politik,”
katanya kepada Tempo, Minggu 21 Juni 2015. Risiko politik akan relatif rendah
jika pergantian dilakukan terhadap menteri nonpartai.
Pengamat
politik dari Populi Center, Nico Harjanto, berharap Jokowi tak membedakan
antara menteri dari kalangan partai dan profesional. Sebab, kelemahan kinerja
muncul di keduanya. Dia mencontohkan lemahnya kinerja tampak pada kabinet
bidang perekonomian yang didominasi kalangan profesional. Hal yang sama terjadi
di bidang politik, hukum, dan keamanan yang diisi menteri dari partai. “Secara
obyektif, latar belakang profesional ataupun partai seharusnya tak membedakan
penilaian kinerja,” ujarnya.
Sabtu
lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan bakal ada perombakan menteri
Kabinet Kerja. Dia bersama Presiden Joko Widodo sedang mempertimbangkan menteri
yang layak diganti setelah membuat evaluasi kabinet. Walau demikian, Kalla
enggan mengungkap siapa menteri yang berponten merah. “Akan
ada waktunya,” katanya di kantor Partai NasDem.
Presiden
Joko Widodo diagendakan bertemu dengan partai pendukung pemerintah untuk
membicarakan rencana reshuffle. “Semuanya akan
berkumpul membahas adanya perombakan kabinet,”
kata Muhammad Romahurmuziy, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil
Muktamar Surabaya.
Tapi,
belum-belum, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ahmad
Basarah menuding menteri dari kalangan profesional kurang peduli terhadap
keberhasilan pemerintahan. “Karena mereka tak
akan merasakan dampak politiknya,” ujarnya. Karena itu,
dia mendesak Jokowi agar memperbanyak kursi menteri dari partainya yang dianggap
berkepentingan menjaga pemerintahan Jokowi. “Sebab, kegagalan
pemerintahan akan berdampak pada elektabilitas PDIP pada Pemilu 2019.”
Seorang
pejabat Istana mengatakan Presiden Joko Widodo hampir dapat dipastikan tidak
akan mengurangi jatah partai dalam reshuffle kabinet. Salah satu
pertimbangannya, kata dia, agar tidak memicu tekanan dari partai penyokong
pemerintah.
Bahkan,
menurut dia, Jokowi masih membuka opsi untuk menambah jatah partai dalam
kabinet baru. Opsi tersebut merupakan pilihan terakhir di antara dua alternatif
lainnya, yakni menggeser posisi antar-menteri dan mengeluarkan menteri partai
dengan tokoh lain dari partai yang sama.
Dia
membenarkan bahwa beberapa menteri di bawah Menteri Koordinator Perekonomian
dan Menteri Koordinator Polhukam memperoleh rapor merah. Selain indikator
capaian dan serapan anggaran, Jokowi menilai beberapa aspek kinerja, seperti
komunikasi dan sosialisasi program kepada publik.
Sekretaris
Kabinet Andi Widjajanto membenarkan bahwa evaluasi sudah diberikan seluruhnya
kepada Presiden Joko Widodo. Namun dia enggan merinci hasilnya. “Belum
ada arahan lanjutan dari Presiden,” ujarnya, Minggu 21
Juni 2015.[Tempo]