IST |
BANDA ACEH - Menyikapi proses persidangan terhadap perkara indikasi
korupsi kasus Yayasan Cakradonya yang melibatkan Dasni Yuzar di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Mafia
Hukum (LBH Banda Aceh, Koalisi NGO HAM, MaTA) mendesak Ketua Majelis Hakim Tipikor untuk menjatuhkan vonis yang berat
terhadap para terdakwa.
“Pasalnya berdasarkan realitas
persidangan dan informasi yang kami himpun, mengindikasikan akan hadirnya
putusan ringan terhadap kasus tersebut dan juga berpeluang vonis bebas,”
demikian tulis pernyataan itu yang dikirim ke lintasatjeh.com, Kamis (11/6/2015).
Hasil pemantauan yang selama ini dilakukan menurut Koordinator MaTA Alfian, yang mewakili koalisi tersebut menyatakan setidaknya menemukan beberapa kejanggalan dalam pemberlakuan atas
penanganan kasus ini, dimulai dari proses penyelidikan, penyidikan sampai
dengan persidangan di pengadilan. Dimulai dari lambannya proses penyelidikan
pada tahapan awal, pemberlakuan istimewa terhadap para tersangka, sampai dengan
tidak ditahannya selama mengikuti proses penyidikan di kejaksaan sampai
persidangan di pengadilan. Bahkan pada saat di persidangan kami tidak menemukan
adanya tekanan psikologi terhadap para terdakwa di saat agenda penuntutan, hal
ini tidak lazim dengan kasus-kasus lainnya.
Tidak hanya berhenti disitu, bahkan
pada saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) selesai membacakan tuntutannya dan terdakwa
keluar dari ruangan malah para terdakwa tertawa kegirangan. Hal semacam ini
memunculkan tanda tanya besar pada kami, ada apa ini. Apakah kasus ini juga
akan divonis sama dengan vonis bebas terhadap beberapa perkara Tindak Pidana
Korupsi yang selama ini diputuskan, atau bahkan putusan yang di bawah dari dakwaan
dan tuntutan JPU.
Maka, Koalisi Masyarakat Sipil
Anti Mafia Hukum mendesak ketua majelis hakim dalam persidangan untuk
menjatuhkan putusan yang berat terhadap para terdakwa sehingga memenuhi rasa
keadilan yang selama ini hidup dalam tatanan masyarakat kita, kami merasa
penting menegaskan kembali efek jera menjadi bagian terpenting dalam hukuman.
Kasus ini sudah menjadi konsumsi publik di Aceh, karena sangat ironi “Sekda
Abdya dengan status tersangka langsung ditahan, tapi Sekda Lhokseumawe sampai
status terdakwa malah dibiarkan”. Ini kan sangat aneh? Bisa dibayangkan dana 1
miliar kerugaian negara, kalau seandainnya digunakan untuk percepatan
pembangunan fasilitas publik lainnya yang lebih penting. Sehingga dalam
penangan kasus ini tidak menjadi preseden buruk dalam percepatan pemberantasan
korupsi di Aceh.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti
Mafia Hukum juga mendesak pihak kejaksaan untuk melakukan upaya hukum lainnya
apabila vonis yang dijatuhkan tidak sesuai dengan dakwaan yang telah dituntut terhadap
para tersangka. Tidak bisa kita biarkan kalau sistem hukum sudah “dikendalikan”
untuk jadi mainan. Makanya publik punya kewajiban mengawal dan mengkritisinya
sehingga tidak aneh-aneh. Catatan kami selama pengadilan Tipikor dibentuk sejak
2012, sudah 6 kasus vonis bebas dan setelah kasasi oleh jaksa, pelaku dihukum
secara setimpal dengan kelakuannya.
Apabila nantinya putusan dalam
kasus ini tidak mengakomodir rasa keadilan sebagaimana yang diinginkan oleh
masyarakat maka kami Koalisi Masyarakt Sipil Anti Mafia Hukum juga akan
melakukan upaya eksaminasi publik terhadap putusan tersebut, dan akan
menyampaikan hasil eksaminasi ke Mahkamah Agung serta melaporkanny6a ke Komisi
Yudisial. Koalisi Masyarakat Sipil Anti Mafia Hukum dalam waktu dekat juga akan
meminta kepada Mahkamah Agung untuk melakukan evaluasi terhadap para Hakim
Ad-Hoc Tipikor Banda Aceh.[rls/pin]