JAKARTA - Pasal 23 huruf a UU Kementerian Negara menyatakan
bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 122 UU Aparatur Sipil Negara,
dijelaskan bahwa salah satu pejabat negara adalah Anggota DPR.
"Nah,
oleh karena selama menjabat sebagai menteri Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo
masih terdaftar sebagai Anggota DPR, terlepas apakah mereka masih menerima atau
tidak menerima hak-hak keuangan dari DPR, maka jelas mereka telah melakukan
praktik rangkap jabatan," kata Direktur Eksektif Sinergi Masyarakat untuk
Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, dalam keterangan beberapa saat
lalu (Senin, 18/5).
Sanksi
terhadap hal ini, jelas Said, ada dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d UU Kementerian
Negara. Disebutkan bahwa menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden
karena melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23.
"Frasa
diberhentikan dalam Pasal 24 itu imperatif, sifatnya memaksa atau mengharuskan
kepada Presiden untuk memberhentikan. Jadi jika Presiden tidak mau melaksanakan
perintah itu, maka Presiden dapat dituduh telah melanggar sumpah dan tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden," ungkap Said.
Sebagaimana
bunyi Pasal 9 ayat (1) UUD 1945, jelas Said, Presiden telah bersumpah bahwa:
"Demi Allah, saya bersumpah akan..memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya. Dan
syarat menjadi Presiden juga harus setia kepada UUD 1945. Itu ketentuan Pasal 5
huruf m UU Pilpres.
"Kalau
Presiden dianggap tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden, maka berlaku
ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yang menentukan Presiden dapat diberhentikan
apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden," demikian
Said.[rmol]