ACEH TIMUR - Pemerintah Aceh dan para aktifis lingkungan hidup seringkali bersuara lantang tentang perambahan dan penebangan hutan lindung dan lain sebagainya. Namun pihak terkait sering bungkam, padahal media sering mempublikasikan tabir yang sebenarnya dengan pemberitaan di media yang tak tanggung-tanggung mengenai keadaan hutan di Aceh Timur saat ini.
Baru-baru ini salah satu media online merespon kerusakan hutan Aceh Timur dalam liputan khususnya. Namun pemerintah seringkali lupa bahwa di daerah Kabupaten Aceh Timur memiliki hutan, sebagai rumah ekosistem hewan, yang perlu dijaga dan dilestarikan kelangsungan hidupnya. Agar mata rantai kehidupan tetap seimbang, sadar atau tidak sadar hutan di Aceh Timur tak lama lagi akan musnah dan "kelahiran" bencana alam hanya tinggal menunggu hitungan hari saja.
Orang bijak mengatakan,"Pengalaman adalah guru yang terbaik". Apakah kita cukup dengan berdo'a saja setiap tahun dalam mengenang bencana alam seperti Tsunami 2004 silam, serta bencana banjir bandang dan tanah longsor?
Berdasarkan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 05/Intr/2007 tentang Moratorium Logging (jeda atau penghentian sementara penebangan kayu) karena tidak efektif. Hal ini untuk menekan penebangan kayu di Aceh, dan komitmen agar para Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) melalui nota kesepahaman (MoU) atau diterapkan dalam qanun sebagai landasan penghentian sementara penebangan kayu terutama di Kabupaten Aceh Timur.
Namun sangat jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Berikut hasil investigasi lintasatjeh.com, Jum'at (28/05/2015).
Penghentian sementara yang diberlakukan melalui instruksi yang dikeluarkan sejak 2007 ternyata hanya memberi peluang bagi penebangan kayu serta pemodal. Ini terbukti dengan adanya kegiatan kilang kayu PT. Amalkoe-Dua di Gedubang Kota Langsa yang melakukan aktivitas penebangan hutan di wilayah Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur.
Ternyata PT. Amalkoe-Dua tidak memiliki ketersediaan lahan/hutan, tetapi beralasan perusahaan itu menebang kayu di hutan/lahan miliknya (Milik pemodal asal medan) yang berada di lokasi paket-lima, Blang-Tualang. Kenyataannya itu hanya kamuflase, karena lahan itu adalah milik beberapa anggota kelompok tani "Harapan Tani" seluas 120 hektar dan hanya bermodal sekitar 60 buah Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikuasakan oleh PT. Amalkoe-Dua.
Informasi yang dapat dihimpun media ini bahwa persentase kepada kelompok tani setiap satu truk PT. Amalkoe-Dua, mereka memberi fee kepada kelompok tani berkisar antara Rp 250 ribu/truk.
Selain itu, kegiatan dan operasional PT. Amalkoe-Dua baik operasional sawmilnya maupun peralatan kerja dilahan/lokasi penebangan selalu menggunakan BBM/solar bersubsidi dari SPBU. Hal itu terbukti belum lama ini telah terjadi cekcok mulut antara Teja alias Kokcin (Pemodal asal Medan) dilokasi kilang dengan seseorang yang bekerja sebagai pemasok BBM/solar di lokasi tersebut.
Cekcok itu terjadi antara Teja dengan pemasok BBM dikarenakan orang tersebut menagih uang pembayaran BBM sebesar ± Rp 3.500.000,- yang sekian lama belum dilunasi oleh Teja alias Kokcin. Menurut sumber yang tidak mau disebutkan namanya, mengungkapkan orang yang menagih uangnya itu sampai memukul meja. Saat kejadian itu secara kebetulan ada aparat dan akhirnya dilerai oleh aparat itu.
Demikian juga dengan seringnya truk pengangkutan kayu PT. Amalkoe-Dua, dari lokasi tebangan dan penumpukan kayu log, truk tersebut dalam perjalanan dari lokasi menuju kilang/sawmil di Gedubang sering tidak dilengkapi dengan dokumen kayu yang sah.
Pasalnya beberapa kali truk yang mengangkut kayu log di perjalanan ketika dipergoki oleh petugas juga aktivis dan media, sang sopir truk hanya menjawab,"Kayu punya pak Teja dari Paket Lima mau dibawa ke Gedubang".
Kemudian petugas juga aktivis dan media lanjut bertanya kepada sang sopir,"Boleh liat dokumennya?" Setelah itu sang sopir menjawab lagi,"Ada pak, tapi di kilang. Kalau bapak mau liat dokumennya datang ke kilang aja pak".
Setelah terjadi adu argument antara petugas dengan pengemudi truk itu, kemudian sang pengemudi menelpon seseorang. Setelah ± 1-2 jam, datang seseorang sambil membawa dan menunjukkan dokumen yang dimaksud kepada petugas.
Seharusnya apabila kayu tersebut legal, setiap truk yang sudah bermuatan kayu log dan diukur jumlah kubikasi kayunya harus dilengkapi dokumen, namun hal itu tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Kondisi ini sebenarnya tidak dibenarkan. Karena begitu truk tersebut mulai bergerak dari lokasi penumpukan kayu langsung dibekali dokumen sesuai dengan Nopol truk, dan jumlah ukuran kubikasi serta jenis kayu.
Setelah sampai dilokasi kilang dokumen tersebut dimatikan oleh petugas terkait, karena dokuman hanya berlaku untuk satu hari dan atau satu tanggal. Dan diduga kuat PT. Amalkoe-Dua telah melakukan konspirasi dengan pihak tertentu untuk menjalankan modusnya memperdaya kelompok tani dengan memberikan fee.[w4]