-->

Penduduk Asli Papua akan Tutup Freeport

25 Mei, 2015, 19.52 WIB Last Updated 2015-05-25T12:52:53Z
JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia telah gagal melaksanakan pembangunan di tanah Papua. UU Otonomi Khusus Papua yang diharapkan dapat mengangkat hak hidup warga pun telah gagal diimplementasikan secara berkelanjutan dan komprehensif oleh pemerintah selama 15 tahun belakangan.

Atas dasar itu, Sekjen DPP Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI), Januarius Lagoan, menegaskan pemerintah pusat harus bertindak cepat untuk menyelamatkan rakyat yang hidup di bumi Cenderawasih itu.

"Ada 8 rekomendasi dari hasil Resolusi Kongres III AMPTPI yang digelar di Bogor pada 18-22 Mei 2015. Ini harus didengar oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah Papua dan DPR RI untuk selamatkan Papua," kata Januarius saat konferensi pers di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/5).

Rekomendasi pertama pihaknya menegaskan mendukung penuh terbentuknya wadah koordinasi United Liberation Movement West Papua (ULMWP) dan diterima sebagai anggota penuh Melenesia Speheard Group (MSG) tahun 2015 serta masuk ke dalam Pasific Island Forum (PIF) serta didaftarkan ke komisi C-24 Peserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Rekomendasi kedua, PT Freeport Indonesia harus segera melakukan perundingan segera dengan pemerintah pusat dan pemilik tanah (hak ulayat rakyat Papua) sebelum dilakukan penandatangan kontrak karya III pada tahun 2021.

"Jika tidak dilakukan sesuai dengan tuntutan kami, kami sebagai pemilik hak ulayat akan melakukan penutupan operasi penambangan PT Freeport dari tanah Amungsa Papua," tegas Januarius.

Rekomendasi ketiga pihaknya meminta pemerintah Indonesia harus secara total membuka akses bagi jurnalis asing, diplomat, senator, akdemisi dan pemerhati HAM untuk masuk di tanah Papua. Sementara di rekomendasi keempat, pihaknya menolak segala bentuk pemekaran kabupaten, kota dan provinsi di tanah Papua.

"Rekomendasi kelima, kami mendesak pemerintah Indonesia segera bentuk Komisi Pemantauan dan penyeledikan kasus HAM penembakan di Paniai (2014), Yakuhimo (2015), Wamena (2003) dan Wasior (2003). Pelakunya seger disidagkan di pengadilan HAM,"lanjut Januarius

Rekomedasi keenam pihaknya meminta pemerintah Indonesia untuk segera menarik pasukan organik dan non-organik serta menghentikan pengembangan semua infrastruktur TNI dan Polri di tanah Papua dan  menolak keras rencana pembangunan Markas Komando (Mako) Brimob di Wamena Kabupaten Jayawijaya-Papua.

Rekomendasi ketujuh, pihaknya mendesak gubenru dan DPRD serta kepala daerah di Papua untuk melakukan sensus khusus untuk orang asli papua (OAP) tiap tahun dengan mengeluarkan pembatasan penduduk migran dan membuat kartu tanda penduduk OAP.

"Terakhir kami mendesak gubernur papua dan gubernur papua barat untuk menutup semua penjualan minuman keras dan prostitusi seks komersia di tanah Papua," demikian Januarius. [rmol]
Komentar

Tampilkan

Terkini