JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia telah gagal melaksanakan
pembangunan di tanah Papua. UU Otonomi Khusus Papua yang diharapkan dapat
mengangkat hak hidup warga pun telah gagal diimplementasikan secara
berkelanjutan dan komprehensif oleh pemerintah selama 15 tahun belakangan.
Atas
dasar itu, Sekjen DPP Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia
(AMPTPI), Januarius Lagoan, menegaskan pemerintah pusat harus bertindak cepat
untuk menyelamatkan rakyat yang hidup di bumi Cenderawasih itu.
"Ada
8 rekomendasi dari hasil Resolusi Kongres III AMPTPI yang digelar di Bogor pada
18-22 Mei 2015. Ini harus didengar oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah
Papua dan DPR RI untuk selamatkan Papua," kata Januarius saat konferensi
pers di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/5).
Rekomendasi
pertama pihaknya menegaskan mendukung penuh terbentuknya wadah koordinasi
United Liberation Movement West Papua (ULMWP) dan diterima sebagai anggota
penuh Melenesia Speheard Group (MSG) tahun 2015 serta masuk ke dalam Pasific
Island Forum (PIF) serta didaftarkan ke komisi C-24 Peserikatan Bangsa-bangsa
(PBB).
Rekomendasi
kedua, PT Freeport Indonesia harus segera melakukan perundingan segera dengan
pemerintah pusat dan pemilik tanah (hak ulayat rakyat Papua) sebelum dilakukan
penandatangan kontrak karya III pada tahun 2021.
"Jika
tidak dilakukan sesuai dengan tuntutan kami, kami sebagai pemilik hak ulayat
akan melakukan penutupan operasi penambangan PT Freeport dari tanah Amungsa
Papua," tegas Januarius.
Rekomendasi
ketiga pihaknya meminta pemerintah Indonesia harus secara total membuka akses
bagi jurnalis asing, diplomat, senator, akdemisi dan pemerhati HAM untuk masuk
di tanah Papua. Sementara di rekomendasi keempat, pihaknya menolak segala
bentuk pemekaran kabupaten, kota dan provinsi di tanah Papua.
"Rekomendasi
kelima, kami mendesak pemerintah Indonesia segera bentuk Komisi Pemantauan dan
penyeledikan kasus HAM penembakan di Paniai (2014), Yakuhimo (2015), Wamena
(2003) dan Wasior (2003). Pelakunya seger disidagkan di pengadilan
HAM,"lanjut Januarius
Rekomedasi
keenam pihaknya meminta pemerintah Indonesia untuk segera menarik pasukan
organik dan non-organik serta menghentikan pengembangan semua infrastruktur TNI
dan Polri di tanah Papua dan menolak keras rencana pembangunan Markas
Komando (Mako) Brimob di Wamena Kabupaten Jayawijaya-Papua.
Rekomendasi
ketujuh, pihaknya mendesak gubenru dan DPRD serta kepala daerah di Papua untuk
melakukan sensus khusus untuk orang asli papua (OAP) tiap tahun dengan
mengeluarkan pembatasan penduduk migran dan membuat kartu tanda penduduk OAP.
"Terakhir
kami mendesak gubernur papua dan gubernur papua barat untuk menutup semua
penjualan minuman keras dan prostitusi seks komersia di tanah Papua,"
demikian Januarius. [rmol]