Ist |
JAKARTA - Raut wajah sudah dipenuhi janggut yang memutih.
Garis kerutan juga sudah tampak di wajahnya. Tapi badannya masih tegap.
Sorot matanya pun masih awas melihat sekeliling Gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta
Selatan.
Orangnya murah senyum dan penuh sapa. Bahkan sangat ramah. Jauh dari kesan seorang yang pernah mengenyam dunia militer. "Kalian pasti enggak nyangka kan saya dari militer,"
ujar Kepala Bagian Keamanan KPK Kolonel POM (Purn) Abdul Jalil Marzuki
saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat
(8/5/2015) sore.
Perbincangan ini berlangsung hangat. Juga mungkin tidak terduga
sebelumnya. Nama Jalil dan anggota TNI menjadi buah bibir setelah KPK
melakukan komunikasi terbuka antar instansi dengan Mabes TNI. Yang
menjadi titik sorot publik adalah bagaimana kalau seorang anggota TNI
menjadi pegawai KPK semisal penyidik atau sekretaris jenderal.
Kamis 7 Mei 2015 lalu, pemimpin KPK digawangi Taufiequrachman Ruki
melakukan pertemuan instansi (courtesy call) dengan Panglima TNI
Jenderal TNI Moeldoko. Dalam pertemuan ada pembahasan sekilas tentang
kebutuhan pegawai KPK yang bisa diambil dari pensiunan TNI.
Karena KPK masih kekurangan SDM atau kurang dari 1.000 orang.
Padahal, beban kerja dan lingkup KPK dari Sabang sampai Merauke dengan
tugas pencegahan, penindakan supervisi, koordinasi.
Abdul Jalil Marzuki masuk KPK pada 1 Juli 2014. Mulanya Panglima TNI
mengajak putra-putri terbaik TNI untuk menjadi pegawai KPK. Dasarnya
bekerja di KPK juga adalah pengabdian kepada negara dan bangsa.
Jalil menyatakan, peluang yang datang tidak bisa disia-siakan. Dia
mengibaratkan sambil tertawa, "kayak acungkan tangan, saya, saya."
Dia ikut bersama 29 orang lainnya dari unsur TNI. Saat ikut seleksi,
Jalil masih menjabat Direktur Penegakan Ketertiban (Dirgaktib) Polisi
Militer Angkatan Udara (POM AU). Proses seleksinya dimulai sejak 1 Juli
2013. Wawancara terakhir di KPK yakni Desember 2013.
Saat akan dinyatakan lulus, Jalil mengajukan pensiun atas permintaan
sendiri (APS) atau pensiun dini. Panglima TNI, tutur dia pun menyetujui
APS itu. Perwira yang bertugas di Papua ini menegaskan, bekerja di KPK
adalah sebuah kebanggaan.
"Saya kerja nothing to lose aja demi negara di sini (KPK). Bangga
juga dari 30 yang ikut, cuman saya yang lulus. Sekarang saya jadi
pegawai tetap KPK," ujar Jalil, lulusan Akabri 1988, Wing Korps Karbol.
Pecinta olahraga tenis ini menerawang jauh selama bertugas di TNI AU.
Kenangan itu seolah terpampang di pelupuk matanya. Dia ingat betul
beberapa tempat bertugasnya.
Lulus Akabri 1988, Jalil bertugas untuk pertama kalinya di Bogor
selama kurun dua tahun. Jalil juga pernah bertugas di Papua selama lebih
empat tahun (hingga 1993).
"Wah di Papua itu kan tantangan paling beratnya medan dan kondisinya.
Banyak yang terjangkit malaria tropik," ucap mantan Komandan Polisi
Militer (Danpom) Komando Operasi Angkatan Udara (Koopsau) II.
Karirnya di TNI AU selama 24 tahun dihabiskan di POM. Sedikit
berseloroh, Jalil menuturkan, sebagai seorang penyidik POM dirinya
selalu bertindak tegas bila ada anggota TNI AU yang melanggar.
Pangkat kolonel diemban Jalil selama enam tahun, sebelum masuk KPK.
"Enggak apa-apa, enggak jadi jenderal (bintang 1). Di sini kan juga
mengabdi untuk negara. Waktu masuk dulu selain Kabag Pengamanan yang
kosong, ada direktur PI untuk bintang 1, eh yang masuk kolonel, enggak
apa-apa," ujarnya sembari tersenyum.
Di KPK, tutur dia, saat ini ada 16 pensiunan TNI sebagai pengawal
tahanan (waltah). Sebentar lagi tiga di antaranya akan selesai. Sekitar
beberapa bulan sisanya juga demikian.
Jalil menuturkan, sebagai Kabag Pengamanan reformasi dan penambahan
SDM sangat ditekankan. Dia berusaha menjadi Bagian Pengamanan sebagai
supporting system untuk mendukung kerja KPK.
"Ortala (organisasi tata laksana)-nya kan misalnya mendukung operasi
semisal penyergapan (operasi tangkap tangan) dan penggeledahan. Saya
berusaha bekerja bangun yang terbaik," tandasnya.[SindoNews]