YANGON - Biksu Ashin Warathu disebut sebagai Bin Laden Buddha
terkait dengan apa yang sudah dia lakukan terhadap warga muslim Rohingya di
Myanmar. Namun, dia sendiri merasa lebih mirip dengan James Bond, agen
mata-mata fiksi paling terkenal di dunia.
"James
Bond seorang nasionalis," kata Wirathu seperti yang dikutip dari laman LA
Times, Selasa, 26 Mei 2015. "Dia tidak melakukan kesenangan dalam
bertindak. Dia melakukan hal tersebut untuk negaranya."
Menurut
Wirathu, jiwa nasionalis James Bond sangat mirip dengan dirinya. Orang-orang
yang kontra dengan Wirathu menyebutkan bahwa dia membela Myanmar dengan melawan
orang-orang yang mereka anggap sebagai musuh bangsa, yaitu warga muslim.
Wirathu,
46 tahun, adalah orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap para
pengungsi muslim asal Myanmar. Pengungsi tersebut melarikan diri dari Myanmar
ke Thailand dan Malaysia untuk menghindari pembantaian dan diskriminasi.
Dalam
tulisannya di Facebook, Wirathu sudah memperingatkan adanya jihad untuk melawan
kelompok Buddha yang besar. Dia menyebarkan desas-desus bahwa muslim secara
sistematis memperkosa perempuan Buddha.
Wirathu
pun menyerukan pemboikotan usaha milik warga muslim. Menurut dia, muslim adalah
'ular' dan 'anjing gila' yang tak perlu diajak bersosialisasi. "Kebanyakan
muslim menghancurkan negara kita, rakyat kita dan agama Buddha," kata
Wirathu.
Kelompok
hak asasi manusia mengatakan Wirathu dan gerakan radikal yang dia pimpin, yang
disebut Kelompok 969, memicu kerusuhan sektarian yang menewaskan banyak orang
sejak 2012. Sekitar 100 ribu orang Rohingya dipaksa ke kamp-kamp interniran
yang membuat mereka terkena penyakit dan kekurangan gizi di negara bagian barat
Rakhine.
Orang
Rohingya kehilangan bantuan dari luar karena pemerintah mengusir kelompok
bantuan asing pada 2014. "Wirathu memainkan peran sentral dengan pidato
kebenciannya dan Islamophobia yang dia ciptakan," kata Penny Green,
Direktur International State Crime Initiative di Queen Mary University of
London.
Green
mengatakan, di Myanmar banyak kelompok saling bermusuhan yang dapat menyebarkan
kekerasan dengan sangat cepat. Karenanya, menurut dia, orang Rohingya lebih
memilih menaiki kapal dan terombang-ambing di lautan berbulan-bulan.
"Karena keberadaan mereka dan masa depannya lebih buruk dari itu."[Tempo]