Ist |
JAKARTA - Presiden Joko Widodo alias Jokowi terus menunjukkan
sikap inkonsistensi. Paling anyar, ketika dia mengklarifikasi pidatonya dalam
Konfrensi Asia-Afrika (KAA) beberapa waktu lalu tentang IMF, ADB dan World
Dunia.
Hal
itu sebagaimana diutarakan Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian
Democracy (NCID), Jajat Nurjaman dalam perbincangan dengan redaksi, Senin
(27/4).
Menurut
dia, seharusnya Jokowi tidak perlu melakukan klarifikasi itu. Sebab, antusiasme
masyarakat juga begitu tinggi terhadap isi pidato Jokowi tersebut.
"Sikap
Jokowi tersebut tidak menggambarkan keselarasan antara perkataan dengan
tindakan, padahal dia berbicara dalam forum resmi di hadapan para pemimpin
negara-negara dunia," terang dia.
Dengan
adanya klarifikasi tersebut, masih kata Jajat, terbukti bahwa pidato Jokowi
dibuat sekedar untuk mendapatkan tepuk tangan semata. Padahal, sebagai seorang
pemimpin, seharusnya Jokowi bisa memberikan contoh yang baik.
"Bisa
dibayangkan bagaimana tanggapan negara-negara peserta KAA lainnya jika
mengentahui apa yang diucapkan dalam pidato Jokowi di KAA ternyata hanya
sebatas dagelan semata. Jokowi sama saja menjatuhkan martabat bangsa Indonesia
di mata dunia," urai dia.
Memang,
banyak pihak pasti menyatakan setuju apabila Indonesia tidak harus selalu
bergantung kepada IMF, ADB dan World Bank. Jajat bilang, itu merupakan niatan
yang baik. Namun, perlu diingat bahwa selama ini Indonesia dan negara
lain masih sering bergantung pada bantuan dari institusi tersebut.
"Jangan
lupa pula bahwa hutang kita ke IMF dan World Bank masih cukup banyak. Peristiwa
pidato Jokowi membuat rakyat mempertanyakan apakah konseptor dari naskah pidato
tersebut benar-benar mengerti situasi hubungan Indonesia dan institusi tersebut
atau hanya asal sebut," demikian Jajat. [rmol]