LHOKSUKON
- Pasca MoU Helsinki, di Aceh telah diberlakukan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang
pemerintahan Aceh. Sesuai Pasal 7 BAB IV kewenangan Pemerintah Aceh dan
Kabupaten/Kota, maka penyelenggaraan pemerintahan di Aceh berbentuk otonomi
luas dan khusus, kecuali enam kewenangan.
Demikian
sambutan Bupati Aceh Utara, H. Muhammad Thaib dalm sambutannya yang dibacakan
oleh Asisten II, Abdul Aziz, dalam acara Sosialisasi Kebijakan Politik
Pemerintahan Aceh bertema "Membangun Sinergitas Dalam Upaya Mendorong
Implementasi MoU Helsinki dan UUPA" yang berlangsung di aula Kesbangpol
Aceh Utara, Selasa (28/4/2015.
"Penyelenggaraan
Pemerintahan di Aceh berbentuk otonomi luas dan khusus, kecuali enam
kewenangan. Diantaranya Politik luar negeri, pertahanan, yustisi, moneter,
fiscal nasional dan bidang agama," sebut Abdul Aziz.
Lebih
lanjut pihaknya mengatakan, di Indonesia ada empat provinsi yang diberi status
daerah otonomi khusus, salah satunya Provinsi Aceh. Kemudian Jakarta, Papua dan
Yogyakarta.
Kemudian,
terangnya, dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, prinsip
otonomi di titik beratkan pada prinsip otonomi seluas-luasnya.
Kegiatan
tersebut di ikuti oleh 50 peserta yang terdiri dari tokoh ulama dan lembaga.
Sementara pemateri disampaikan oleh Staf ahli gubernur Aceh bidang Hukum dan
Politik, M. Jafar, SH. M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Amrijal J Prang, SH, L. LM, dan Kadis Syariat Islam Aceh Utara, Dr. H. Ridwan
Hasan, M.Th.
Sosialisasi
itu juga membahas UU Pemerintah Aceh dan turunannya, memahami arah kebijakan
pembangunan perdamaian pemerintah Aceh, optimalisasi peran dayah dalam
mendukung penerapan syariat Islam, dan pendidikan berkualitas berwawasan
kearifan lokal sesuai syariat Islam.[chairul]