JAKARTA - Mahkamah Konstiusi (MK) menggelar sidang judicial review tentang seleksi hakim yang diajukan oleh para hakim agung yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi). Sebagian kecil hakim agung itu emoh jika Komisi Yudisial (KY) dilibatkan dalam seleksi hakim.
Sidang di MK masih dengan agenda pendahuluan yang dipimpin oleh hakim konstitusi Anwar Usman dengan anggota hakim konstitusi Maria Farida Indrati dan hakim konstitusi Aswanto.
Ketiga hakim konstitusi itu menyebut secara sistematika, pengajuan judicial review pemohon sudah tepat. Namun menurut hakim konstitusi Maria, yang menjadi masalah tentang seleksi hakim adalah peraturan bersama yang disusun oleh MA dan KY.
"Saya melihat adanya peraturan bersama MA dan KY, maka seleksi hakim terhambat. Kalau dinyatakan seperti itu bukan karena undang-undangnya tetapi peraturan bersama itu. Bukan karena norma yang diujikan," kata Maria dalam sidang di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (16/4/2015).
Maria mengatakan, ada peraturan bersama atau tidak, tidak menjadi masalah. Hanya saja jika saat ini terjadi hambatan dalam seleksi hakim, koordinasi MA dan KY yang perlu ditanyakan.
"Bukan undang-undangnya yang keliru tapi pelaksanaannya. Apakah peraturan bersama itu tidak tepat atau tidak ada koordinasi antara MA dan KY," tutur Maria.
UU yang diajukan judicial review adalah UU Nomor 49 tahun 2009 Perubahan Kedua Atas UU Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 5 tahun 1986 tentang PTUN. Gugatan ini diajukan oleh hakim agung Imam Soebchi, hakim agung Suhadi, hakim agung Prof Dr Abdul Manan, hakim agung Yulis dan hakim agung Burhan Dahlan. [detik]