JAKARTA - Kritik keras terhadap jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, dan Wakilnya, Jusuf Kalla, dilayangkan politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Politisi senior PDIP, TB Hasanuddin, melayangkan kritik itu terhadap kebijakan pemerintah. Dalam keterangan persnya, TB Hasanuddin yang kini dipercaya sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Barat, mengkritik uang DP mobil pejabat negara, yang direstui pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2015.
Secara pribadi, kata Hasanuddin, pemberian uang DP mobil untuk pribadi pejabat sah-sah saja. Tetapi, itu bisa dimaklumi kalau pemerintah memiliki banyak uang.
"Timingnya kurang tepat ketika rakyat sedang terjepit dengan harga-harga sembako akibat naiknya harga BBM," kata Hasanuddin, Minggu 5 April 2015.
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, sebagai wakil rakyat, kebijakan pemerintah ini mendapat sindiran yang sinis dari rakyat.
"Ada kader yang sms saya begini: 'wah pantesan beras dan gula naik karena BBM naik, dan uang hasil BBM rupanya untuk beli mobil baru Kang Jenderal ya," jelasnya.
Presiden telah menandatangani Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 68 Tahun 2010, tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Presiden meneken itu pada 20 Maret 2015.
Hanya satu pasal yang diubah, yakni Pasal 3 Ayat (1) Perpres Nomor 68 tahun 2010, yang berbunyi: Fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp116.650.000 (seratus enam belas juta enam ratus lima puluh ribu rupiah).
Sementara itu, setelah diubah, Perpres Nomor 39 Tahun 2015 angka nominalnya bertambah menjadi Rp210.890.000 (dua ratus sepuluh juta delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah).
Adapun Pasal 3 Ayat (3) Perpres No. 39 Tahun 2015 itu menyebutkan, alokasi anggaran dalam rangka pemberian fasilitas uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran Lembaga Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada Perpres itu, pejabat negara yang dimaksud adalah pertama, anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kedua, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketiga, Hakim Agung Mahkamah Agung. Keempat, Hakim Mahkamah Konstitusi. Kelima, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan keenam adalah anggota Komisi Yudisial.
Kritik keras lainnya dari Hasanuddin, adalah soal kendaraan dinas para menteri Kabinet Kerja. Menurut dia, pemerintah tidak konsisten.
"Saya nggak ngerti cara berpikirnya. Dulu menteri rencananya mau pakai Innova (kisaran harga Rp300 juta) sebagai koreksi atau pengganti Camry (Rp550 juta). Eh yang dibeli kok malah Lexus yang Rp2,8 milyar. Mau ngemeng demi rakyat gimana?" kritiknya. [Viva]