-->

Indonesia Membenturkan Diri dengan Peradaban Penegakan HAM

26 April, 2015, 21.07 WIB Last Updated 2015-04-26T14:07:41Z
JAKARTA - Sikap pemerintah tetap melakukan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba dinilai sebagai anti klimaks dari semangat yang ditawarkan Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Asia Afrika.

"Bagaimana kita menjadi poros kerja sama selatan-selatan. Sementara kita tetap membenturkan diri dengan negara lain yang menginginkan agar eksekusi mati terhadap warganya tidak dilakukan," ujar Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin dalam jumpa pers di kantornya, Gondangdia, Jakarta, Minggu (26/4).

Menurutnya, perhelatan KAA memiliki landasan yang tertuang dalam Dasasila, salah satunya terdapat penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam piagam PBB. Namun, hal tersebut menjadi tidak sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Indonesia lantaran masih menerapkan hukuman mati.

Rafendi menjelaskan, konsep hukuman mati sudah lama ditingkalkan karena menentang prinsip dasar hak asasi manusia. Bahkan 160 dari 192 negara yang masih menerapkan hukuman mati telah meratifikasi hukuman mati.

"Indonesia membenturkan diri dengan peradaban penegakan HAM dalam menghapus hukuman mati bisa menimbulkan efek jera. Ini seperti menampar muka sendiri sebagai suatu bangsa, walaupun masih banyak hukum yang lebih positif untuk menumbuhkan efek jera," ujarnya.

Lebih jauh, Rafendi mengatakan semangat yang ditawarkan dalam KAA seperti solidaritas negara-negara di kawasan Asia dan Afrika akan menjadi pudar tatkala pemerintah masih bersikukuh melakukan eksekusi mati. Padahal, negara-negara di Afrika telah meninggalkan hukuman mati.

"Di Afrika hukuman mati sudah mulai ditinggalkan, dan mereka mempunyai komisi HAM khusus untuk mengawasi negara di Afrika yang masih menjalankan hukuman mati. Jadi, Indonesia menjegal targetan yang dibuat sendiri," pungkasnya.[rmol]
Komentar

Tampilkan

Terkini