LHOKSUKON – Mahkamah Syari’ah Kabupaten Aceh Utara mencatat perkara
perceraian yang ditanganinya dari tahun 2014 hingga awal 2015 mencapai 7.72
perkara. Dan yang terbanyak adalah gugatan dari isteri.
"Karena banyak isteri yang kurang terpenuhi ekonomi dan banyak suaminya kawin lagi," kata Ketua Mahkamah Syari’ah Aceh Utara, Al Azhary, SH.,MH, kepada lintasatjeh.com, Kamis (16/4). Dia merincikan pada tahun 2014 jumlah perkara perceraian sebanyak 624
kasus. Sedangkan pada awal 2015 hingga sekarang mencapai 148.
“Dari
7.72 perkara perceraian tersebut, setengahnya adalah diajukan oleh pihak perempuan,
atau perempuan mengugat pihak pria karena masalah ekonomi, sedangkan perkara
cerai isteri sedikit,” ujar Azhary.
Selain
kasus perceraian, Mahkamah Syari’ah juga menangani
perkara harta gono-gini yaitu sebanyak 13 perkara, waris (Faraid) 6, penetapan
ahli waris 40, dan perkara orang tua tidak mau menjadi wali nikah anaknya sebanyak
6 perkara. Ditambahkannya, Mahkamah Syari’ah juga melaksanakan itsbat nikah,
yakni penetapan kebenaran dan pengesahan nikah bagi pasangan suami istri yang
belum terdaftar di Kantor Urusan Agama atau Balai Pernikahan Kecamatan.
Dijelaskan,
sebelum memutuskan kasus perceraian Mahkamah juga melakukan proses mediasi
untuk mendamaikan antara pihak suami dan istri yang sedang mengalami kegagalan
sehingga proses persidaangan perceraian tetap dilanjutkan sampai keluarnya
putusan majelis hakim.
Menurutnya,
selama ini dalam persidangan perceraian majelis hakim selalu melakukan proses
mediasi sesuai syarat yang ditetapkan dalam Perma no.1 Tahun 2008 yakni selama
40 hari dan dihadiri langsung kedua pihak suami dan istri, tetapi tidak banyak
yang berhasil walapun hakim mediator sudah menasehati agar pasangan suami dan
istri ini bisa rujuk kembali. [pin]