YOGYAKARTA - Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan
Hamengku Buwono X, di Bangsal Kencana, Jumat (6/3/2015), mengeluarkan
sabdatama. Keluarnya titah (perintah) Raja Keraton Ngayogyakarta ini terbilang
mendadak sebab baru pagi tadi kerabat keraton diberi tahu soal acara itu.
Sekitar
pukul 09.30 WIB, secara bergantian hadir di Bangsal Kencana Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Paku Alam IX, bersama kerabat, Sentono Dalem
(kerabat keraton), dan Abdi Dalem Keprajan (pejabat pemerintahan).
"Rauss...
Rauss!!" teriak Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menyambut
kedatangan mereka.
Dengan
menggunakan surjan bermotif kembang, Sri Sultan berjalan menuju Bangsal
Kencana. Setelah duduk, naskah sabdatama diserahkan oleh GBPH Prabu Kusuma
kepada Sri Sultan.
Selanjutnya,
Sri Sultan membacakan sabdatama di hadapan Sri Paku Alam IX bersama kerabat,
Sentono Dalem (kerabat keraton), Abdi Dalem Keprajan (pejabat pemerintahan),
dan Abdi Dalem Keraton.
Sabdatama
tersebut berisikan delapan butir perintah dan berbunyi:
"Mangertiya,
ingsun uga netepi pranatan, paugeran lan janjiku marang Gusti Allah, Gusti
Agung kang kuasa lan cipta uga marang leluhur kabeh. Mulo ingsun paring dhawuh
yaiku:
(Mengertilah,
aku juga mematuhi aturan, tata krama, dan janji terhadap Tuhan yang Mahakuasa,
serta menghormati para leluhur. Oleh karena itu, aku memberi perintah):
1.
Ora isa sopo wae, ngungkuli utowo ndhuwuri mungguhing kraton. (Tidak seorang
pun boleh melebihi kewenangan keraton (Raja).
2.
Ora isa sopo wae mutusake utawa rembugan babagan Mataram, luwih-luwih
kalenggahan tatanan Mataram. Kalebu gandheng cenenge karo tatanan pamerintahan.
Kang bisa mutusne Raja. (Tidak seorang pun bisa memutuskan atau membicarakan
persoalan Mataram. Terlebih berkaitan dengan Raja, termasuk tatanan dan aturan
pemerintahannya. Yang bisa memutuskan hanya Raja.
3.
Marang sopo wae kang kaparingan kalenggahan, manut karo Raja sing maringi
kalenggahan. (Barang siapa yang sudah diberikan jabatan harus mengikuti
perintah Raja yang memberikan jabatan).
4.
Sing gelem lan ngrumangsani bagian saka alam lan gelem nyawiji karo alam, kuwi
sing pantes diparingi lan diparengake ngleksanaake dhawuh lan isa diugemi
yaiku: - pangucape isa diugemi -ngrumangsani sopo to sejatine -ngugemi asal
usule. - kang gumelar iki wis ono kang noto. Dumadi onolir gumanti ora kepareng
dirusuhi. (Siapa saja yang merasa bagian dari alam dan mau menjadi satu dengan
alam, dialah yang layak diberi dan diperbolehkan melaksanakan perintah dan bisa
dipercaya. Ucapannya harus bisa dipercaya, tahu siapa jati dirinya, menghayati
asal-usulnya. Bagian ini sudah ada yang mengatur. Bila ada pergantian, tidak
boleh diganggu).
5.
Sing disebut tedak turun kraton, sopo wae lanang utowo wedok, durung mesti
diparengake ngleksanaake dhawuh kalenggahan. Kang kadhawuhake wis tinitik. Dadi
yen ono kang omong babagan kalenggahan Nata Nagari Mataram, sopo wae,
luwih-luwih pengageng pangembating projo ora diparengake, lir e kleru utowo
luput. (Siapa saja yang menjadi keturunan keraton, laki atau perempuan, belum
tentu dianugerahi kewenangan kerajaan. Yang diberi wewenang sudah ditunjuk.
Jadi, tidak ada yang diperbolehkan membahas atau membicarakan soal takhta
Mataram, terlebih-lebih para pejabat istana, khawatir terjadi kekeliruan).
6.
Anane sabdatama, kanggo ancer-ancer parembagan opo wae, uga paugeran kraton,
semana uga negara, gunakake undang-undang. (Sabdatama ini dimunculkan sebagai
rujukan untuk membahas apa saja, juga menjadi tata cara keraton dan negara, dan
berlaku seperti undang-undang).
7.
Sabdatama kang kapungkur kawedarake jumbuh anane undang-undang keistimewaan,
jumbuh anane perdais dan danais. (Sabdatama yang lalu terkait perda istimewa
dan dana istimewa).
8.
Yen butuh mbenerake undang-undang keistimewaan, sabdo tomo lan ngowahi
undang-undange. Kuwi kabeh dhawuh kang perlu dimangerteni lan diugemi. (Jika
membutuhkan untuk memperbaiki Undang-Undang Keistimewaan, dasarnya sabdatama.
Itulah perintah yang harus dimengerti dan dilaksanakan).
Mendadak
Penyampaian
sabdatama yang mendadak ini diamini oleh GBPH Prabu Kusuma, adik Sri
Sultan HB X, saat ditemui di Bangsa Kencana. "Iya mendadak, saya baru
diberi tahu pagi tadi sekitar pukul 08.00," ujar dia.
Ketika
dikonfirmasi alasan Sri Sultan mengeluarkan sabdatama secara mendadak, GBPH
Prabu Kusuma enggan berkomentar. Dia berdalih, siapa pun, termasuk kerabat
keraton, tidak boleh mengomentari. "Tidak boleh dikomentari. Silakan tanya
ke Ngarso Dalem. Kalau saya hanya didhawuhi (diperintah) untuk menyiapkan
saja," kata dia.
Menurut
dia, di dalam tradisi Jawa, khususnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningat,
sabdatama merupakan perintah langsung dari raja yang harus didengar dan
dihayati serta dilaksanakan. "Masyarakat silakan bagaimana
menanggapinya," kata dia.
Pembacaan
sabdatama berlangsung sekitar 15 menit. Seusai membacakan sabdatama, Sri Sultan
langsung meninggalkan Bangsal Kencana. [Kompas]